MAKALAH
UNTUK MEMENUHI SYARAT
KELENGKAPAN NILAI LANDASAN
PENDIDIKAN
DISUSUN OLEH :
TAUFIK FAJAR GUMILANG
KELAS A-1
PENDIDIKAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2010
KATA PENGANTAR
Ide, pemikiran konseptual, dan
informasi yang disajikan dalam makalah ini merupakan hasil kajian teoritik dari
beberapa sumber relevan.
Kajian ini bermaksud mengajak untuk
berbagi pengetahuan dan pengalaman dalam upaya mengembangkan konsep dan model
penerapan pendekatan sistem pada berbagai aktivitas perencanaan pendidikan.
Dalam kajian teoritik ini disajikan tiga konsep dan pendekatan perencanaan
pendidikan.
Adapun pendekatan yang dipandang
mampu memenuhi adalah Pendekatan Sistem, yaitu suatu kerangka ilmu pengetahuan
yang dapat memadukan berbagai pendekatan bersifat parsial menjadi suatu
pendekatan yang bersifat menyeluruh dan terpadu atau komprehensif.
Akhirnya, untuk melengkapi tugas
Landasan Pendidikan penulis sangat menyadari bahwa paparan isi makalah ini
masih belum sempurna, sehingga kritik dan saran dosen pembimbing sangat
diharapkan kehadirannya demi perbaikan selanjutnya.
Surakarta,
Desember 2010
penulis
Bab 1
PENDAHULUAN
A. Tujuan Pendidikan
Pendidikan,
seperti sifat sasarannya yaitu manusia, mengandung banyak aspek dan sifatnya
sangat kompleks. Karena sifatnya yang kompleks itu, maka tidak sebuah
batasanpun yang cukup memadai untuk menjelaskan arti pendidikan secara lengkap.
Dibawah ini dikemukakan beberapa batasan tentang pendidikan yang bebeda
berdasarkan fungsinya.
1.
Pendidikan
sebagai Proses Transformasi Budaya
Sebagai
proses transformasi budaya, pendidikan diartikan sebagai kegiatan pewarisan
budaya dari suatu generasi ke generasi lainnya. Nilai-nilai kebudayaan tersebut
mengalami proses transformasi dari generasi tua ke generasi muda. Ada 3 bentuk
transformasi yaitu nilai-nilai yang masih cocok diteruskan misalnya nilai-nilai
kejujuran, rasa tanggungjawab dan lain-lain, yang kurang cocok diperbaiki
misalnya tata cara perkawinan, dan tidak cocok diganti misalnya pendidikan seks
yang dahulu ditabukan diganti dengan pendidikan seks melalui pendidikan formal.
Disini
tampak bahwa,proses pewarisan budaya tidak semata-mata mengekalkan budaya
secara estafet. Pendidikan justru mempunyai tugas kenyiapkan peserta didik
untuk hari esok.
2.
sebagai
Proses Pembentukan Pribadi
Sebagai
proses pembentukan pribadi, pendidikan diartikan sebagai sutu kegiatan yang
sistematis dan sitemik dan terarah kepada terbentuknya kepribadian peserta
didik.
Proses
pembentukan pribadi meliputi dua sasaran yaitu pembentukan pribadi bagi mereka
yang belum dewasa oleh mereka yang belum dewasa, dan bagi mereka yang sudah
dewasa atas usaha sendiri. Yang terkhir disebut pendidikan diri sendiri.
3.
Pendidikan
sebagai Proses Penyiapan warga Negara
Pendidikan
sebagai penyiapan warga negara diartikan sebagai suatu kegiatan yang terencana
untuk membekali peserta didik agar menjadi warga negara yang baik.
4.
Pendidikan
sebagai Penyiapan Tenaga Kerja
Pendidkan
sebagai penyiapan tenaga kerja diartikan sebagai kegiatan membimbing peserta
didik sehingga memilki bekal dasar untuk bekerja. Pembekalan dasar berupa
pembentukan sikap, pengetahuan, dan keterampilan kerja pada calon luaran.
5.
Definisi
Pendidikan Menurut GBHN
GBHN
1988 (BP 7 Pusat, 1990:105) memberikan batasan tentang pendidikan nasional
sebagai berikut: Pensisikan Nasional yang berakar pada kebudayaan bangsa
Indonesia Pancasila serta Undang-Undang Dasar 1945 diarahkan untuk meningkatkan
kecerdasan serta harkat dan martabat bangsa, mewujudkan manusia serta
masyarakat Indonesia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
MACAM-MACAM TUJUAN PENDIDIKAN.
Tujuan pendidikan memuat gambaran
tentang nilai-nilai yang baik, luhur, pantas, benar, dan indah untuk kehidupan.
Karena itu tujuan pendidikan memiliki dua fungsi yaitu memberikan arah kepada
segenap kegiatan pendidikan dan merupakan sesuatu yang ingin dicapai oleh
segenap kegiatan pendidikan.
Didalam praktek pendidikan khususnya
pada sistem persekolahan, di dalam rentangan antara tujuan umum dan tujuan yang
sangat khusus terdapat sejumlah tujuan antara. Tujuan antara berfungsi untuk
menjembatani pencapaian tujuan umum dari sejumlah tujuan rincian khusus.
Umumnya ada 4 jenjang tujuan di dalamnya terdapat tujuan antara , yaitu tujuan
umum, tujuan instruksional, tujuan kurikuler, dan tujuan instruksional.
a. Tujuan umum pendidikan nasional
Indonesia adalah Pancasila.
b. Tujuan institusional yaitu tujuan
yang menjadi tugas dari lembaga pendidikan tertentu untuk mencapainya.
c. Tujuan kurikuler, yaitu tujuan
bidang studi atau tujuan mata pelajaran.
d. Tujuan instruksional , tujuan pokok
bahasan dan sub pokok bahasan disebut tujuan instruksional, yaitu penguasaan
materi pokok bahasan/sub pokok bahasan.
C. Hasil Pendidikan dan Evaluasi
1. Hasil Pendidikan
2. Evaluasi
a.
Pengertian Evaluasi
Evaluasi adalah suatu tindakan untuk
menentukan nilai sesuatu.
b.
Tujuan evaluasi
Menurut Sudirman N., dkk.,(1991:
242) tujuan evaluasi adalah
-
Mengambil keputusan tentang hasil belajar
-
Memahami anak didik
-
Memperbaiki dan mengembangkan program pengajaran.
c.
Fungsi evaluasi
Dilihat dari segi anak didik secara
individual, evaluasi berfungsi :
-
Mengetahui tingkat pencapaian anak didik dalam suatu prosese belajar mengajar
-
Menetapkan keefektifan pengajaran dan rencana kegiatan.
-
Memberi basis laporan kemajuan anak didik.
-
Menghilangkan halangan – halangan atau memperbaiki kekeliruan yang terdapat
sewaktu praktek.
Dilihat dari segi program
pengajaran, evaluasi berfungsi :
-
Memberi dasar pertimbangan kenaikan dan promosi anak didik.
-
Memberi dasar penyusunan dan penempatan kelompok anak didik yang homogen.
-
Diagnosis dan remedial pekerjaan anak didik.
-
Memberi dasar pembimbingan dan penyuluhan.
-
Dasar pemberian angka dan rapor bagi kemajuan anak didik.
-
Memotivasi belajar anak didik.
-
Mengidentifikasi dan mengkaji kelainan anak didik.
-
Menafsirkan kegiatan sekolah ke dalam masyarakat.
-
Mengadministrasi sekolah.
-
Mengembangkan kurikulum.
-
Mempersiapkan penelitian pendidikan di sekolah.
d.
Jenis-jenis evaluasi
1.
Evaluasi Formatif
Evaluasi formatif adalah evaluasi
yang dilaksanakan setiap kali selesai mempelajari suatu unit pelajaran
tertentu. Hal – hal yang oerlu diperhatikan dal;am pemakaian evaluasi formati
yaitu:
-
Penilaian dilakukan pada akhir setiap satuan pelajaran.
-
Penilaian formatif bertujuan mengetahui sejauh mana tujuan instruksional khusus
(TIK) pada setiap satuan pelajaran yang telah tercapai.
-
Penilaian formatif dilakukan dengan mempergunakan tes hasil belajar, kuesioner,
ataupun cara lainnya yang sesuai.
-
Siswa dinilai berhasil dalam penilaian formatif apabila mencapai taraf
penguasaan sekurang-kurangnya 75% dari tujuan yang ingin dicapai.
2.
Evaluasi Subsumatif/sumatif
Evaluasi subsumatif adalah penilaian
yang dilalsanakan setelah beberapa satuan pelajaran diselesaikan, dilakukan
pada perempat atau temfah semester. Sedangkan evaluasi sumatif adalah penilaian
yang dilaksanakan setiap akhir pengajaran atau suatu program atau sejumlah unit
pelajaran tertentu. Evaluasi sumatif bermanfaat untuk menilai hasil pencapaian
siswa terhadap tujuan suatu program pelajaran dalam suatu periode tertentu,
seperti semester atau akhir tahun pelajaran. Hal-hal yang perlu diperhatikan
dalam pemakaian evaluasi sumatif :
-
Siswa dinilai berhasil dalam mata pelajaran tertentu selama satu semester
apabila nilai rapor mata pelajaran tersebut sekurang-kurangnya 6 (enam).
-
Penilaian sumatif (subsumatif) dilakukan dengan mempergunakan tes hasil
belajar, kuesioner ataupun cara lainnya yang sesuai dengan menilai ketiga ranah
yakni kognitif, afektif, dan psikomotor.
-
Hasil penilaian sumatif (subsumatif) dinyatakan dalam skala nilai 0 – 10.
3.
Evaluasi Kokurikuler
Kegiatan
kokurikuler adalah kegiatan yang dilakukan di luar jam pelajaran yang telah
dijatahkan dalam struktur program, berupa penugasan-penugasan atau pekerjaan
rumah yang menjadi pasangan kegiatan intrakurikuler.
Kegiatan
intrakurikuler adalah kegiatan yang dilakukan di sekolah dengan penjatahan
waktu sesuai dengan struktur program.
Evaluasi kokurikuler adalah kegiatan
yang berhubungan dengan hal-hal berikut:
-
Penilaian kokurikuler terutama dilakukan terhadap hasil kegiatan kokurikuler
yang antar lain berupa: kliping, lembar jawaban soal, laporan praktikum,
karangan, kesimpulan atau ringkasan dari buku.
-
Penilaian kokurikuler dilakukan setelah nsiswa selesai mengerjakan setiap tugas
yang diberikan.
-
Hasil penilaian kokurikuler dinyatakan dalam skala 0 – 10
-
Penilaian dapat dilakukan perorangan
-
Nilai kokurikuler diperhitungkan untuknilai rapor.
4.
Evaluasi Ekstrakurikuler
Kegiatan ekstrakurikuler adalah
kegiatan diluar jam pelajaran, yang dilkukan di sekolah ataupun di luar
sekolah. Kegiatan ini di maksudkan untuk memperluas pengetahuan siswa, mengenal
hubungan antara berbagai mata pelajaran atau bidang pengembangan, menyalurkan
bakat dan minat yang menunjang pencapaian tujuan instruksional.
e.
Jenis – jenis Alat Evaluasi
1.
Tes
a.
Tes Tertulis
-
Tes bentuk uraian yaitu semua bentuk tes yang pertanyaannya membutuhkan jawaban
dalam bentuk uraian.
-
Tes Bentuk Objektif yaitu semua bentuk tes yang mengfharuskan siswa memilih di
antara kemungkinan – kemungkinan jawaban yang telah disediakan, memberi jawaban
singkat, atau mengisi jawaban pada kolom titik-titik yang disediakan.
b.
Tes Lisan (Oral tes
Tes lisan merupakan alat penilaian
yang pelaksanaannya dilakukan dengan mengadakan tanya jawab secara langsung
untuk mengetahui kemampuan
Kemampuan berupa proses berfikir
siswa dalam memecahkan suatu masalah, mempertanggungjawbkan pendapat,
penggunaan bahasa, dan penguasaan materi pelajaran.
c.
Tes perbuatan (Ferformance Test)
Tes perbuatan adalah tes yang
diberikan dalam bentuk tugas-tugas. Pelaksanaannya dalam bentuk penampilan atau
perbuatan (praktek pengalaman lapangan, praktek lapangan kerja, praktek olah
raga, praktek laboratorium, praltek kesenian, dan lain-laIn). Untuk
melaksanakan tes perbuatan diperlukan dua jenis alat yaitu:
-
lembaran tugas (kerja) yang berisi deskripsi mengenai instruksi (petunjuk) yang
jelas sehingga siswa mengetahui secara tepat apa yang harus dilakukan.
-
lembaran pengamatan yang digunakan untuk menilai tingkah laku siswa selama
proses pelaksanaan tugas sampai kepada hasil yang dicapai.
2.
Nontes
Ditinjau dari pelaksanaannya nontes
berupa:
a. Wawancara, yaitu komunikasi langsung
antara yang mewawancarai dengan yang diwawancarai.
b. Pengamatan (observasi), pengamatan
lansung. Contohnya yaitu:
c. Studi kasus ialah mempelajari
individu dalam periode tertentu secar terus menerus untuk melihat
perkembangannya.
d. Skala penilaian (rating scale),
merupakan salah satu alat penilaian yang menggunakan skala yang telah disusun
dari ujung yang negatif sampai kepada ujung yang positif sehingga pada skala
tersebut penilai tinggal membubuhi tanda cek saja (V).
e. Inventory merupakan alat penilaian
yang menggunakan daftar pertanyaan yang disertai alternatif jawaban sangat
setuju (SS), setuju (S), tidak punya pendapat(TPP), tidak setuju (TS), sangat
tidak setuju (STS).
Tujuan pendidikan secara umum dapat
dilihat pada:
1. UU No2 Tahun 1985 yaitu mencerdaskan
kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia yang seutuhnya yaitu yang beriman
dan dan bertagwa kepada tuhan yang maha esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki
pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang
mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan berbangsa.
2. Tujuan Pendidikan nasional menurut
TAP MPR NO II/MPR/1993 yaitu Meningkatkan kualitas manusia Indonesia,
yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi
pekerti luhur, berkepribadian, mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif,
terampil, berdisiplin, beretos kerja profesional serta sehat jasmani dan
rohani.
Pendidikan nasional juga harus menumbuhkan jiwa patriotik dan memepertebal rasa cinta tanah air, meningkatkan semangat kebangsaan dan kesetiakawaan sosial, serta kesadaran pada sejarah bangsa dan sikap menghargai jasa para pahlawan, serta berorientasi masa depan.
Pendidikan nasional juga harus menumbuhkan jiwa patriotik dan memepertebal rasa cinta tanah air, meningkatkan semangat kebangsaan dan kesetiakawaan sosial, serta kesadaran pada sejarah bangsa dan sikap menghargai jasa para pahlawan, serta berorientasi masa depan.
3. TAP MPR No 4/MPR/1975, tujuan
pendidikan adalah membangun di bidang pendidikan didasarkan atas falsafah
negara pancasila dan diarahkan untuk membentuk manusia-manusia pembangun yang
berpancasila dan untuk membentuk manusia yang sehat jasmani dan rohaninya,
memiliki pengetahuan dan keterampilan yang dapat mengembangkan kreatifitas dan
tanggung jawab dapat menyuburkan sikap demokratis dan penuh tenggang rasa,
dapat mengembangkan kecerdasan yang tinggi dan disertai budi pekerti yang
luhur, mencintai bangsanya dan mencintai sesama manusia sesuai.
B.
Manfaat Pendidikan
Pembahasan tentang pengawasan
pendidikan harus diawali dengan dua pengamatan dasar, pertama bahwa orang-orang
dengan pendidikan yang lebih tinggi berbeda dengan orang yang kurang
berpendidikan. Pengamatan kedua adalah perubahan individu yang terjadi setelah
mereka mendapatkan yang lebih tinggi.
1. Dimensi Manfaat Pendidikan
Orang
yang akan mendapat beberapa keuntungan atau manfaat pendidikan yang pertama dan
yang paling nyata adalah siswa. Setiap siswa memiliki karakteristik yang
berbeda-beda sehingga setiap karakteristik tersebut harus dapat dipahami agar
mereka dapat mencapai manfaat dalam pendidikan. Sebagai tambahan pengaruh orang
lain dalam masyarakat dapat mempengaruhi pendidikan siswa, baik secara langsung
maupun tidak langsung (keluarga dan teman-teman atau guru). Manfaat yang akan
diperoleh siswa mudah sekali untuk dijelaskan, siswa yang belajar membaca
disekolah lebih baik dari pada mereka yang tidak dapat membaca.
Dalam
ekonomi hal ini disebut “manfaat pribadi”. Para ekonom membedakan manfaat
pribadi dengan manfaat sosial. Manfaat sosial adalah sesuatu yang dapat
mengembangkan orang selain pendidikan. Masyarakat dikatakan lebih baik karena
pendidikan mereka.
Karakteristik
dan pembawaan umum tertentu dapat dianggap sebagai hasil dari sekolah, termasuk
pemahaman tentang nilai demokrasi sebagai upaya untuk memerangi segala bentukkediktatoran
dalam suatu pemerintahan dan kemampuan untuk berpikir kritis dan yang pantas.
Keahlian tersebut mungkin menjadi pengaruh tidak langsung dari bidang studi
kewarganegaraan, ilmu sosial, sejarah, filsafat, bahasa, dan pengajaran lain.
Perubahan
yang dipengaruhi oleh pengalaman pendidikan. Secara metodologis hal ini berarti
bahwa pengukuran pretest dan protest pada individu diperlukan untuk
mengidentifikasi perubahan yang disebabkan oleh pendidikan. Hal ini dikenal
sebagai “pendekatan penambahan nilai”.
Terdapat
lima cara yang berbeda untuk membuat fakulasi (penghitungan) dan
mengaplikasikan metode yang spesifik pada pendidikan yang lebih tinggi. Yang
pertama adalah dalam mengevaluasi perubahan individu, segala yang dihabiskan
dalam pendidikan (tingkat biaya) adalah ukuran kelebihannya. Kedua yaitu
menyelidiki reaksi klien terhadap pendidikan universitas. Ketiga adalah
mempertimbangkan peningkatan dalam nilai kapita dari manusia yang merupakan
hasil dari pendidikan yang lebih tinggi. Keempat melihat seberapa besar
pendidikan yang lebih tinggi bertanggung jawab atau berperan dalam pertumbuahn.
Kelima dalam memperkirakan nilai pendidikan universitas dengan melihat pada
tingkat pengembalian investasi pada pendidikan universitas.
Manfaat
pendidikan diperoleh selama pengalaman dari pendidikan itu sendiri, manfaat
pendidikan dapat ditanyakan pada siswa setelah mereka melaksanakan pendidikan.
Persamaannya seperti manfaat sosial dari mengikuti permainan sepak bola di SMA
terjadi selama pengalaman pendidikan.
1. Fungsinya Memahami Manfaat
Pendidikan
Penting
sekali untuk mengetahui apa manfaat yang meluas dari pendidikan agar dalam
mengalokasi sumber tidak hanya antara berbagai macam dan tingkat sekolah tetapi
juga antara pendidikan dan juga program sosial. Manfaat pendidikan juga harus
dihargai untuk memutuskan bagaimana membiayai pendidikan pada tingkat yang
berbeda. Jika manfaat meluas pada masyarakat yang bersekolah, terdapat alas
an untuk memajukan pembiayaan sendiri bagi proses pendidikan, bahkan bias dari
pinjaman. Manfaat pendidikan juga harus diidentifikasi untuk
menginterpretasikan motivasi pendidik. Secara mendasar pengetahuan diperlukan
sebagai manfaat pendidikan sehingga proses pendidikan dapat dievaluasi melalui
analisis harga manfaat yang berhubungan dengan alokasi dana dan dalam penetapan
manajemen.
1. Penelitian dan Manfaat Pendidikan
1. Pendidikan Dasar
Salah satu
pemikiran dasar untuk pendidikan remaja selalu adalah fungsi penjagaan
sekolah-sekolah, menjauhkan anak-anak dari jalanan, mengurangi kejahatan,
membebaskan orang tua untuk bekerja atau bersenang-senang, dan mengajari
anak-anak tentang norma-norma masyarakat.
Serupa
dengan itu, sekolah-sekolah telah dipercaya melakukan satu fungsi sosialisasi;
mengajari anak-anak bagaimana cara bergaul, berbagi, mengambil giliran
(bersabar), berpakaian, dan menyesuaikan diri.
1. Pendidikan Tinggi
Para
ekonom memfokuskan pada manfaat yang terkait dengan pekerjaan dan karier yang
diterima dari perguruan tinggi oleh mereka yang kuliah dan lulus bukan karena
mereka hanya memikirkan uang, tetapi mereka ingin melihatapakah perubahan yang
disebabkan oleh kuliah diperguruan tinggi meningkatkan produktivitas (yakni,
menghasilkan modal manusia) dan dengan demikian meningkatkan pendapatan.
(Schultz,1961)
menghipotesiskan bahwa kuantitas dan kualitas pendidikan yang didapat oleh
suatu individu memberikan kontribusi pada modal manusianya, yang menghasilkan
kapasitasproduksi yang lebih besar. Modal manusia satu individu selalu
bergantung pada faktor-faktor disamping pendidikan (seperti; kesehatan,
motivasi, kemampuan bawaan, dan status social ekonomi).
Manfaat
dari perguruan tinggi yang berhubungan dengan keuntungan penghasilan dan gengsi
social pada dasarnya berkaitan dengan penawaran dan permintaan akan pekerja
berpendidikan perguruan tinggi. Kapanpun ada penawaran yang lebih besar dan
penawaran lebih sedikit harga naik.
(Rumberger,
1986) mengemukakan bahwa pendidikan sekolah tambahan tidak selalu secara
otomatis dihargai dengan pendapatan yang lebih tinggi. Menurut Rumberger,
pendidikan sekolah khusus untuk pekerjaan tertentu. Yakni, ketika para pekerja
memperoleh pelatihan berdasarkan pada penilaian mereka sendiri atau satu
penilaian independent terhadap apa yang dibutuhkan dalam pekerjaan tersebut,
pelatihan tersebut dihargai dengan gaji yang lebih tinggi, sementara pelatihan
lain yang tidak bersifat khusus untuk satu pekerjaan tertentu mungkin tidak
begiti dihargai.
Dinegara-negara
lain, proporsi penduduk yang memenuhi syarat yang telah kuliah diperguruan
tinggi biasanya jauh lebih rendah daripada Amerika Serikat. Oleh karena itu,
lulusan perguruan tinggi dinegara-negara lain dapat mempunyai kemungkinan lebih
kecil untuk mendapati dirinya tidak dihargai dipasar kerj. Di Amerika Serikat
sulit untuk berpendapat bahwa setiap tingkat kejenuhan ditingkat S1 dapat
menyebabkan kelebihan pendidikan pendidikan dalam artian umum, karena
hasil-hasil kejuruan merupakan bagian kecil dari total manfaat pendidikan
ditingkat tersebut. Terkait dengan pasar kerja, apa yang dibutuhakan untuk
individu bias merupakan pemborosan bagi perekonomian secara keseluruhan
(contohnya, gelar S1 dapat dibutuhkan untuk mengajar sejarah kelas empat,
tetapi mungkin tidak ada kebutuhan guru sejarah lagi).
Dinegara-negara
lain, gelar S1 perguruan tinggi mempunyai kemungkinan lebih besar untuk
berperan sebagai dokumen resmi professional terakhir. Contohnya, di Brasil,
bahkan hokum dan kedokteran dipraktekkan oleh lulusan perguruan tinggi tanpa
pendidikan pasca sarjana. Ketidakcocokan antara permintaan dan penawaran akan
lulusan untuk beragam bidang profesi dan disiplin ilmu menjadi lebih dari
sekedar alas an untuk mempertanyakan pertumbuhan dalam pendidikan S1.
(Bowen,
1977) dalam rangkumannya “Apakah pendidikan tinggi setimpal dengan biayanya?”,
Bowen memulai dengan memperlihatkan bahwa “Tujuan utama pendidikan tinggi
adalah mengubah orang-orang dengan cara-cara yang diinginkan. Tetapi dalam
contoh pertama, tujuannya adalah untuk memodofikasi sifat-sifat dan pola-pola
perilaku manusia secara perorangan. Universitas-universitas juga berperan
melestarikan warisan budaya dan memajukan peradaban. Mereka memberikan layanan
masyarakat langsung seperti layanan kesehatan, perpustakaan,museum,pertunjukan
drama dan musik, layanan konsultasi.
Dampak
terkait universitas terhadap masyarakat dapat dianggap negative (contohnya,
jika mereka menghasilkan penelitian yang berakhir dengan pengembangan senjata
yang merusak).
1. Kesimpulan
Setiap
individu tidak dapat berharap lebih untuk mendapatkan semua manfaat yang telah
dikemukakan. Sebagian manfaat menjadi lebih lemah ketika satu tingkat
pendidikan menjadi kurang eksklusif pasti juga ada dampak negative pendidikan
sekolah. Analisis untung rugi harus dilakukan oleh individu-individu dalam
memutuskan apakah manfaat potensial yang dapat mereka terima dari bersekolah di
satu lembaga pendidikan tertentu sesuai dengan biayanya. Serupa dengan itu,
masyarakat harus bertanya apakah manfaat yang akan diterimanya dari
pengalokasian dana public untuk pendidikan setimpal dengan manfaat yang dihasilkan
dari penggunaan alternative dana ini.
Kesimpulannya
disini adalah bahwa bagi sebagian besar individu dan bagi masyarakat secara
keseluruhan, pendidikan sekolah merupakan investasi yang bagus, namun demikian
tidak seorangpun akan begitu ceroboh untuk mengatakan bahwa pendidikan patut
didukung, tetapi kita tidak dapat berharap terlalu banyak darinya.
C.
Ruang Lingkup
Pendidikan
sebagai ilmu yang mempunyai ruang lingkup yang sangat luas, karena didalamnya
banyak segi-segi atau pihak-pihak yang ikut terlibat baik itu secara langsung
maupun tidak langsung.
Adapun
segi-segi atau pihak-pihak yang terlibat dalam pendidikan islam sekaligus
menjadi ruang lingkup pendidikan islam adalah sebagai berikut :
1. Perbuatan
mendidik itu sendiri.
Maksudnya adalah seluruh kegiatan, tindakan atau perbuatan dan sikap yang dilakukan oleh pendidikan sewaktu menghadapi/mengasuh anak didik.
Maksudnya adalah seluruh kegiatan, tindakan atau perbuatan dan sikap yang dilakukan oleh pendidikan sewaktu menghadapi/mengasuh anak didik.
2. Anak didik
Yaitu merupakan obyek terpenting dalam pendidikan islam
Yaitu merupakan obyek terpenting dalam pendidikan islam
3. Dasar dan tujuan pendidikan islam
Yaitu landasan yang menjadi fundament dan sumber dari segala kegiatan pendidikan islam yang dilakukan
Yaitu landasan yang menjadi fundament dan sumber dari segala kegiatan pendidikan islam yang dilakukan
4. Pendidik
Yaitu subyek yang melakukan pendidikan islam
Yaitu subyek yang melakukan pendidikan islam
5. Materi
Pendidikan Islam
Yaitu bahan-bahan, atau pengalaman-pengalaman belajar ilmu agama islam
Yaitu bahan-bahan, atau pengalaman-pengalaman belajar ilmu agama islam
6. Metode
Pendidikan Islam
Yaitu cara yang paling tepat dilakukan oleh pendidikan untuk menyampaikan bahan atau materi pendidikan islam kepada anak didik
Yaitu cara yang paling tepat dilakukan oleh pendidikan untuk menyampaikan bahan atau materi pendidikan islam kepada anak didik
7. Evaluasi
Pendidikan
Yaitu memuat cara-cara bagaimana mengadakan evaluasi atau penilaian terhadap hasil belajar anak didik
8. Alat-alat pendidikan islam
Yaitu alat-alat yang dapat digunakan selama melaksanakan pendidikan islam agar tujuan pendidikan islam tersebut lebih berhasil
Yaitu memuat cara-cara bagaimana mengadakan evaluasi atau penilaian terhadap hasil belajar anak didik
8. Alat-alat pendidikan islam
Yaitu alat-alat yang dapat digunakan selama melaksanakan pendidikan islam agar tujuan pendidikan islam tersebut lebih berhasil
9. lingkungan
sekitar atau millieu pendidikan islam
Yaitu keadaan-keadaan yang ikut berpengaruh dalam pelaksanaan serta hasil pendidikan islam
Yaitu keadaan-keadaan yang ikut berpengaruh dalam pelaksanaan serta hasil pendidikan islam
Bab 2
HAKEKAT MANUSIA
A. Pendahuluan
Sasaran
pendidikan manusia adalah manusia. Pendidikan bertujuan menumbuhkembangkan
potensi manusia agar menjadi manusia dewasa, beradab, dan normal. Tugas
pendidikan mengembangkan potensi, agar aktivitas pendidikan lancar diperlukan
pemahaman tentang hakekat manusia serta potensi yang dimiliki manusia.
B. Dimensi Hakekat Pendidikan
Pandangan
tentang hakekat manusia adalah bagian dari filsafat antropologi manusia yang
merupakan karya Alloh SWT yang paling istimewa. Hal ini dapat dilihat dari
hakekatnya yang monopluralis serta tanggungjawabnya. Sifat hakekat tersebut
adalah:
1. Unsur
hakekat yang terdiri dari jasmani dan rohani. Di dalam unsur rohani terdapat
cipta, rasa, dan karsa.
2. Sifat
hakekat yang terdiri, sifat individu dan sifat sosial.
3. Kedudukan
hakekat yang tediri dari, sebagai makhluk Alloh dan sebagai makhluk pribadi.
Unsur
Jasmani dan Rohani
Agar jasmani
dapat tumbuh memerlukan makanan dan
minuman yang sering disebut sebagai kebutuhan primer. Disamping unsur
jasmani ada juga unsur rohani. Didalamnya ada potensi cipta, rasa, dan karsa.
Ketiganya dapat dikatakan potensi mental spiritual.
Cipta
adalah potensi manusia untuk mengetahui rahasia segala hal yang ada dalam
pengalamannya yang meliputi pengalaman lahir dan batin. Hasil dari potensi ini
(bila dikembangkan) adalah berupa ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Karsa adalah
potensi manusia untuk mengetahui norma-norma masyarakat dan norma-norma
keagamaan. Hasil dari pengembangan potensi ini adalah munculnya bermacam-macam
norma masyarakat dan norma-norma agama/kepercayaan.
Rasa
adalah potensi manusia untuk mengetahui dan menciptakan keindahan dan hasil
kerjanya adanya norma keindahan dan bermacam-macam kesenian.
Dari
dimensi rohani tersebut tersirat keampuan manusia untuk tumbuh dan berkembang
secara mental spiritual sehingga menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi dan
kemampuan untuk mengenal Alloh SWT. Potensi untuk mengembangkan diri yang
positif memberi peluang bagi manusia untuk mengembangkan kualitas sumber daya
manusia. Berdasarkan uraian diatas ternyata manusia ada makhluk yang dapat
dididik.
Unsur Individu dan
unsur sosial
Sifat kodrat
manusia adalah sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Sebagai makhluk
individu manusia adalah pribadi yang bernilai. Ia adalah ciptaan Alloh yang
berharga, yang tidak dapat direndahkan, dan tidak dapat diperkosa haknya dan
dengan kata lain insan tersebut perlu dilindungi hak-haknya dan perlu dibantu
pertumbuhannya.
Disamping itu,
manusia juga makhluk sosial yang memiliki potensi untuk bisa berinteraksi dan
beromunikasi dengan orang lain agar menjadi manusia yang utuh. Untuk mencapai
hal tersebut manusia membutuhkan orang lain.
Unsur
Kedudukan sebagai Makhluk Alloh dan Sebagai Makhluk Pribadi
Sebagai makhluk
Alloh SWT, pada diri manusia memiliki potensi keagamaan, yaitu dorongan untuk
mengabdi kepada dan memasuki kekuasaan yang lebih tinggi. Dalam pandangan
antropolog, dorongan ini dimanifestasikan dalam bentuk percaya terhadap
kekuasaan supernatural (believe in
supernatural being). Dikalangan kaum primitif, misalnya ditemui
upacara-upacara sakral dalam bentuk penyembahan leluhur (totemisme), benda-benda
yang dianggap keramat, misalnya pohonbesar, gua-gua dan lain-lain. Kasus itu
walaupun terlihat sederhana namun merupakan peradaban manusia yang didorong
untuk mengabdi dan tunduk kepada sesuatu yang dianggap kuasa. Hal tersebut
menunjukkan bahwa manusia memiliki kecenderungan untuk beragama baik secara
individu maupun kelompok. Kecenderungan ini menuntut adanya pengaruh dari orang
dewasa (pendidik) kepada anak (peserta didik) agar potensi sebagai makhluk
Alloh SWT tumbuh dan berkembang secara baik dan benar.
Selain sebagai
makhluk Alloh SWT manusia memiliki potensi sebagai makhluk yang berdiri sendiri
engan dibekali oleh akal pikiran dimensi ini cenderung mendekati fungsi manusia
sebagai khalifah dibumi. Berdiri sendiri dimaksutkan bahwa manusia bertanggung
jawab atas perbuatannya, perkataan dan persetujuan selaa hidup dibumi sebagai
pemilik, pengelola dan pemakai (konsumen) terhadap alam titipan/pemberian Alloh
SWT. Dari peran ini diharapkan manusia dapat menciptakan hidup harmonis dimuka
bumi jangan merusak bumi. Untuk menumbuh kembangkan potensi ini dierlukan
proses pendidikan. Prayitno
(1990) merumuskan tentang dimensi manusia sebagai dimensi keindividualan
(individualitas), dimensi kesosialan (sosialitas), dimensi kesusilaan
(moraitas), dan keagamaan (religiusitas).
Pengembangan
dimensi keindividualan memungkinkan seseorang mengembangkan semua potensi
secara optimal mengarah pada aspek positif. Bakat, minat, dan semua kemampuan
fisik dikembangkan dalam mewujudkan dimensi keindividualitasan. Pengembangan
dimensi ini membawa seseorang menjadi individu yang mampu tegak berdiri dengan
kepribadiannya sendiri, dengan “aku” yang teguh, positif, produktif dan
dinamik.
Pengembangan
dimensi keindividuaan harus diimbangi dengan dimensi kesosialan. Pengembangan
dimensi kesosialan menuntut interaksinya dengan lingkungan sehingga harus
berinteraksi, bergaul, bekerja sama, dan hidup bersama orang lain. Tumbuh
kembangnya dimensi keindividualan dan sosial akan saling isi mengisi saling
menemukan makna yang sesungguhnya.
Dimensi
kesusilaan akan memberikan corak moral dalam pengembangan dimensi pertama dan
kedua. Norma, etika dan berbagai nilai sosial mengatur bagaimana kebersamaan
antar individu. Hidup bersama orang lain, dalam rangka mengembangkan
kemanusiaan tidak dapat dilakukan semau gue tetapi harus diselenggarakan
sedemikian rupa agar bermanfaat yang sebenar-benarnya bagi kehidupan.
Pengembangan
dimensi pertama, kedua, dan ketiga baru menekankan kehidupan manusia didunia.
Kehidupan manusia yang lengkap meliputi dunia dan akhirat, sehingga diperlukan
pengembangan dimensi keagamaan. Dalam dimensi keagamaan ini manusia
menghubungkan diri dengan Alloh SWT sehinga muncul sikap, perilaku yang
menggambarkan keduniaan dan keakhiratan. Jika hal ini berkembang akan terdapat
kehidupan yang serasi, selaras, dan seimbang dunia dan akhirat.
Manusia
seutuhnya adalah manusia yang berkembang semua dimensi kemanusiaannya, sehingga
memberikan corak kualitas manusia. Ia indah, tinggi derajatnya, serta baik
perilakunya. Pengembangan manusia seutuhnya ini menjadi tujuan pendidikan di
Indonesia. Taliziduhu
Ndraha (1999;33) menerangkan, manusia utuh jika terdapat keserasian tetapi
dinamis yang nampak keluar.
Berbagai
kemungkinan perkembangan komponen kepribadian akan melahirkan kepribadian
manusia sbb:
|
K U A L I F I K A S I
|
|||||||
Komponen
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
-Cipta
|
+
|
-
|
+
|
+
|
-
|
-
|
+
|
-
|
-Rasa
|
+
|
+
|
-
|
+
|
-
|
+
|
-
|
-
|
-Karsa
|
+
|
+
|
+
|
-
|
+
|
-
|
-
|
-
|
-Religiusitas
|
+
|
+
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
Kepribadian
|
Utuh
|
B
|
J
|
M
|
BJ
|
BM
|
JM
|
BJM
|
Keterangan:B(bodoh),
walau baik dan rajin; J(jahat), walau pandai dan rajin; M(malas), walau pandai
dan baik; BJ(bodoh dan jahat); BM(bodoh dan malas); JM(jahat dan malas);
BJM(bodoh, jahat, malas).
C. Hakekat Manusia dalam Pandangan
Islam
Ajaran islam
melihat bahwa manusia sebagai makhluk ciptaan Alloh SWT. Berdasarkan sudut
pandang ini pula, filsafat pendidikan islam menempatkan status manusia dan
segala aspeknya dalam konteks pendidikan.
Manusia dalam
pandangan islam adalah makhluk ciptaan Alloh SWT (QS. 95;4). Selain itu manusia
sudah dilengkapi dengan berbagai potensi yang dapat dikembangkan antara lain
berupa fitrah ketauhidan (QS. 15;29). Dengan fitrah ini diharapkan manusia
dapat hidup sesuai dengan hakekat penciptaannya, yaitu mengabdi kepada Alloh
SWT selaku penciptanya (QS. 51;56). Sejalan dengan kepentingan itu maka kepada
manusia dianugrahkan oleh penciptanya berbagai potensi yang dapat dikembangkan
melalui pendidikan yang terarah, teratur dan berkesinambungan. Hal ini memberi
isyarat bahwa manusia adalah makhluk yang berpotensi untuk dididik (animal educable). Manusia merupakan
makhluk yang mampu mengembangkan diri sejalan dengan potensi yang dimilkinya
(homofaber). Dalam pandangan ini manusia dinilai sebagai makhluk eksploratif
mampu dikembangkan dan sekaligus mampu untuk mengembangkan diri. Dalam
Al-Qur’an, manusia disebut dengan berbagai nama, antara lain Al-Basyr,
Al-Insan, An-nas, Abdullah, dan khalifah Alloh.
1.
Konsep
Al-Basyr
Sebagai makhluk
biologis berarti manusia terdiri atas materi sehingga menampilkan sosok dalam
bentuk fisik materi (Hasan Langgung, 1987), berup tubuh kasar. Dalam hal ini,
manusia memiliki dorongan biologis seperti dorongan makan dan minum, dorongan
seksual, dorongan mempertahankan diri, sebagai bentuk dorongan primer makhluk
biologis. Untuk kebutuhan biologisnya maka manusia harus berperan dalam upaya
memenuhi kebutuhan primernya. Upaya tersebut pertolongan pihak lain melalui
bimbngan dan pendidikan.
2.
Konsep
Al-Insan
Penggunaan kata Al-Insan
sebagai kata bentukan yang termuat dalam Al-Qur’an, mengacu pada potensi yang
dianugerahkan Alloh SWT kepada manusia. Potensi tersebut antara lain adalah
potensi untuk tumbuh secara fisik (Q.S. 23:12-14) dan juga berkembang secara
mental spiritual. Potensi manusia menurut konsep Al-Insan diarahkan pada upaya
mendorong manusia utuk berkreasi dan berinovasi.
3. Konsep An-Naas
Dalam Al-Qur’an
kosa kata An-Naas umumnya dihubungkan dengan fungsi manusia sebagai makhluk
sosial. Makhluk diciptakan sebagai akhluk bermasyarakat, yang berawal dari
pasangan laki-laki dan perempuan, kemudian berkembang menjadi suku, bangsa dan
saling kenal-mengenal (Q.S. 49:13). Al-Thayyibat
wa Rabb Ghafur merupakan gambaran tentang kehidupan sosial manusia yang
ditandai oleh, toleransi, keharmonisan serta adanya perindungan hak dan
kewajiban antar warga yang anggotanya terdiri atas individu, kelompok yang
memiliki peradaban tinggi serta beriman kepada Alloh SWT.
4.
Konsep
Abdullah
Menurut Quraish shihab, seluruh mahluk yang memiliki
potensi berperasaa dan berkehendak adalah Abdullah dalam arti dimiliki Alloh
SWT. Dalam konteks Abdullah ini, peran manusia harus disesuaikan dengan
kedudukan sebagai abdi (hamba). Hal ini berarti bahwa manusia harus menempatkan
diri sebagai yang dimiliki, tunduk dan taat kepada semua ketentuan pemiliknya,
yaitu Alloh SWT. Sebagai pernyataan penghambaan dirinya, manusia harus dapat
menempatkan dirinya sebagai pengabdi Alloh dengan sungguh-sungguh dan secara
ikhlas. Kemampuan ini tergambar dari pola sikap dan perilakunya, yaitu apakah
ia sanggup untuk memerankan peran itu secara baik atau tidak.
5.
Konsep
Khalifah Alloh
Pada
hakekatnya, eksistensi manusia dalam kehidupan ini adalah untuk melaksanakan
tugas kekhalifahan, yaitu membangun dan mengelola dunia tempat hidupnya ini,
sesuai dengan kehendak pencipta Nya. Tugas kekhalifahan setidak-tidaknya
dilakonkan manusia sendiri dari dua jalur yaitu jalur horisontal dan jalur vertikal.
Uraian
hakekat manusia dalam pandangan islam dengan mengacu pada prinsip penciptaan
tersebutmenurut filsafat pendidikan islam manusia adalah makhluk yang
berpotensi dan memiliki peluang untuk dididik. Manusia tidak mungkin dapat
bertumbuh dan berkembang sendiri (tanpa daya) hingga memerlukan bantuan dari
luar baik berupa pemeliharaan, pembinaan, dan bimbingan. Bimbingan yang dinilai
paling efektif adalah pendidikan.
D.
Implikasi
dalam Pendidikan
Dari uraian tentang hakekat manusia, baik ditinjau
filosofis maupun tinjauan Islam, maka dapat diambil beberapa implikasi antara
lain, sebagai berikut:
1. Anak
memerlukan perlindungan dan perawatan, sebagai masa persiapan pendidikan.
2. Kemampuan
pendidikan terbatas.
3. Diperlukan
transmisi budaya.
4. Diperlukan
internalisasi budaya.
5. Anak
dapat enerima bantuan yang tertuju pada dapat belajar.
6. Setiap
individu adalah unik, sehingga terjad saling pengaruh mempengaruhi, yang
mempunyai kelebihan dapat memberi bantuan kepada yang lain yang memerlukan.
Pandangan
islam tentang hakekat manusia sebagai tersebut diatas memiliki implikasi
sebagai berikut:
1. Pendidikan
sama dengan hubungan antara manusia dengan pengaruh lingkungan/pendidik.
2. Kegiatan
pendidikan lebih berpusat pada fungsi kedua orang tua.
Kesimpulan: kesimpulan dari
kalimat adalah, potensi manusia itu terbagi menjadi 2 yaitu potensi jasmani dan
potensi rohani. Dengan potensi jasmani adalah keterampilan, sedangkan potensi
rohani adalah cipta, rasa, dan karsa. Dengan arti cipta yaitu pengalaman lahir
batin, rasa yaitu berhubungan dengan kemampuan manusia untuk menciptakan
keindahan, sedang karsa yaitu yang berhubungan dengan norma-norma keagamaan.
Dapat disimpulkan bahwa sifat
kodrat manusia adalah sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Sebagai
makhluk individu yaitu sebagai pribadi yang bernilai, dan diciptakan oleh Alloh
dengan derajat yang tinggi. Sedang sebagai makhluk sosial yaitu manusia mampu
berinteraksi dengan orang lain.
Menurut prayitno dimensi-dimensi
manusa terbagi menjadi 4 yaitu keindividualan, kesosialan, kesusilaan, dan
keagamaan. Keindividualan berhubungan dengan pengembangan potensi diri,
kesosialan berhubungan dengan interaksi terhadap lingkungan, kesusilaan
berhubungan dengan pengatur kebersamaan antara individu, dan keagamaan yaitu
manusia menghubungkan diri dengan Aloh SWT sehingga muncul sikap, perilaku yang
menggambarkan keduniaan dan keakhiratan.
manusia
merupakan makhluk eksploratif yaitu mampu dikembangkan dan mengembangkan diri.
Dalam Al-Qur’an manusia disebut dengan berbagai nama yaitu Al-Basyr, Al-Insan,
An-Naas, Abdulloh, dan Khalifah Alloh.
1. Al-Basyr : Sebagai makhluk biologis.
2. Al-Insan : Potensi untuk berkreasi dan berinovasi.
3. An-Naas : Fungsi manusia sebagai makhluk
sosial.
4. Abdulloh : Peran manusia disesuaikan dengan
kedudukan sebagai hamba.
5. Khalifah
Alloh : Tugas khalifah adalah
membangun dan mengelola dunia tempat hidupnya.
Bab
3
HAKEKAT
PESERTA DIDIK
A.
Pendahuluan
Dalam pandangan konvensional
peserta didik diperlukan sebagai objek didik karena hakekat peserta didik
dipandang sebagai wadah yang harus diisi dngan pengetahuan, ketrampilan.
Berlainan dengan pandangan modern bahwa hakekat peserta didik sejak awal telah
mempunyai potensi sehingga pengajaran difungsikan sebatas mendorong dan
menstimuli berkembangnya potensi, peserta didik aktif mengembangkan potensinya
sendiri sebagai subyek didik. Dalam pandangan pengajaran yang mengikuti
pendekatan bipolar, bahwa dalam kegiatan proses pelajaran hanya ada dua pihak
yang dominan (guru/pengajar atau peserta didik), maka potensi peserta didik
memiliki dua kemungkinan yaitu sebagai subyek didik dan kemungkinan kedua
sebagai obyek didik.
Dalam diskursus yang menyangkut
hakekat peserta didik sampai kini terus berlangsung sejajar dengan perkembangan
ilmu pendidikan itu sendiri, walaupun dalam belahan bumi lain telah
terselenggara pendidikan/pengajaran yang lebih menempatkan peserta didik
sebagai subyek didik seperti diAmerika dan Kanada, namun dibelahan bumi lainnya
masih saja menempatkan peserta didik sebagai obyek didik. Berikut ini akan
diuraikan berbagai pandangan tentang manusia sebagai subyek didik maupun obyek
didik.
1.
Dimensi
Antropologi
Antropologi adalah ilmu yang mengkaji tentang
asal-usul, perkembangan, karakter spesies manusia ini, hakekat peserta didik
dipandang sebagai homo sapiens yaitu sebagai makhluk hidup yang telah mencapai
evolusi paling puncak. Dalam klasifikasi ini Mudyahardjo (2000:22-26)
menerangkan peserta didik mempunyai ciri khas sebagaimana ciri manusia umumnya,
yaitu:
a. Berjalan
tegak (bipedal locomotion)
b. Mempunyai
otak besar dan kompleks
c. Hewan
yang tergeneralisasi, dapat hidup dalam berbagai lingkungan.
d. Periode
kehamilan yang panjang dan lahir tidak berdaya
Hakekat peserta didik dalam
pandangan dimensi Antropologi adalah bahwa peserta didik sebagai makhluk yang
dapat bermasyarakat dan dapat dimasyarakatkan sehingga pendidikan harus
menyentuh upaya sosialisasi dan pembudayaan. Kebudayaan yang dihasilkan melalui
interaksi dalam masyarakat baik berupa budaya materiil maupun inmaterial dapat
dijadikan tranmisi pendidikan, bahkan dapat dijadikan pembentuk watak
kemasyarakatan peserta didik.
Hakekat peserta didik merupakan
organisme yang harus ditolong sebab peserta didik hanya akan menjadi matang
apabila diberikan pertolongan dalam bentuk pendidikan, latihan maupu bimbingan
dengan menggunakan bahan-bahan antropologis. Sebab ilmu antropologi mampu untuk
menyediakan dan menghimpun bahan-bahan pengetahuan empiris berdasarkan
lingkungan sosial budayanya masing-masing.
Imran Manan (1989:12-13)
menjelaskan bahwa dari dimensi Antropologis terdapat tiga prinsip tentang
peserta didik yaitu:
Pertama,
peserta didik dan manusia adalah makhluk sosial yang hidup bersama-sama dan
saling mempengaruhi, sehingga peserta didik merupakan makhluk sosial yang
membutuhkan orang lain untuk mengisi dan melengkapi ketidaklengkapannya.
Kedua,
peserta
didik dipandang sebagai individualitas yakni menampilkan sifat-sifat
karakteristik yang khas dan memiliki struktur kepribadian yang berbeda dengan
individu lainnya. Peserta didik pasti dengan karakteristik individualnya akan
mengembangkan perbedaan dengan nilai dan watak yang khas, dalam pendididkan
nilai dan watak tersebut harus dihargai sebagai keunikan dan dihargai tanpa
syarat (unconditional regard).
Ketiga,
peseta
didik harus dipandang empunyai moralitas. Prinsip antropologis yang ketiga ini
mengakui bahwa peserta didik sesungguhnya makhluk yang bermoral sehingga
identitas moral sesunguhnya telah dimiliki sejak awal. Langeveld menegaskan
bahwa pendidikan sesungguhnya adalah membantu anak agar dia pada penentuan
nilai-nilai susila dalam satu orde moril.
2. Dimensi Psikologis
Pandangan kejiwaan ini sangat berpengaruh dalam
dunia pendidikan sehingga banyak teori pengajaran dan teori belajar diambil
dari teori psikologi. Psikologi sebagai ilmu menitik beratkan pengkajian
terhadap kegiatan-kegiatan individu dalam keseluruhan ruang lingkup hidup
manusia dalam perspektif psikologi ini, peserta didik dipandang sebagai
individu yangmampu belajar sebab memiliki karakteristik:
a. Unik
(berada satu dengan yang lainnya)
b. Sebagai
organisme total
c. mempunyai persiapan bertindak
d. Mempunyai
tugas-tugas perkembangan
e. Mempunyai
berbagai kebutuhan
f. Mempunyai
kecenderungan-kecenderungan umum dalam bertindak
g. Mempunyai
tujuan khusus
h. Mempunyai
motifator untuk dirinya sendiri
Berdasarkan
karakter di atas, maka subyek didik adalah individu yang telah dilengkapi
dengan kemampuan belajar sehingga pendidikan tinggal mengembangkannya. Dari
segi ini peserta didik ditempatkan subyek didik (penderita). Dalam pandangan
modern peserta didik dipandang sebagai subyek didik sebab diakui eksistensinya
sebagai pribadi yang otonom. Dalam hal ini ciri khas peserta didik diakui
memiliki:
a. Potensi
fisik dan psikis yang khas sehingga merupakan individu yang unik.
b. Potensi
sebagai individu yang berkembang.
c. Kebutuhan
untuk dididik secara individual dan perlakuan yang manusiawi.
d. Kemampuan
utuk mandiri dan otonom.
Semua potensi di atas menunjukkan
bahwa sebenarnya peserta didik memiliki sifat alami, yaitu dapat didik dan
makhluk yang membutuhkan pendidikan. Penegasan sifat alami peserta didik di
atas diperkuat oleh Immanuel Kant ungkapannya: Man can become man through education only. Empat ciri alami yang
diberikan pendidikan adalah sebagai berikut:
1. Adanya
sifat alami untuk tergantung dengan lingkungan sosial dan manusia lainnya.
Sifat ini mendorong anak manusia untuk memperoleh bantuan pendidikan pihak
manusia lainnya dalam kerangka survival.
2. Peserta
didik pada hakekatnya memiliki dorongan hidup dan mempertahankan eksistensinya.
Sifat dasar ini menjadi pendorong peserta didik untuk menyeimbangkan diri
terhadap tuntutan ekternal agar mampu merespon stimuli yang datang padanya.
3. Peserta
didik sesungguhnya terdiri dari jasmani dan rohani. Sifat dasar ini menuntut
diri untuk menyeimbangkan melalui pendidikan yang dilakukan sehingga pendidikan
menjadi kebutuhan vital.
4. Individu
mempunyai kemampuan untuk tumbuh dan berkembang serta berubah secara fisik dan
psikis. Kemampuan ini dalam praktik pendidikan tidak selama memperoleh porsi
pengembangan yang optimal adakalanya tehambat adakalanya terpacu dengan adanya
pendidikan.
B.
Hakekat
Peserta Didik sebagai Animal Educandum
Dalam dimensi antropologis, manusia
dikategorikan sebagai primata, namun dalam realitanya manusia mampu untuk didik
sehingga dinamakan sebagai animal
educandum. Dalam kajian ini, peluang manusia sebagai peserta didik untuk
dididik dapat ditelusuri dari berbagai argumentasi misalnya dalam dimensi
biologis, anak manusia yang lemah dituntut untuk menyesuaikan diri dengan
kejamnya lingkungan, mendorong orang dewasa untuk mempersiapkannya melalui
pendidikan.
Pembuktian bahwa hakekat peserta
didik adalah animal educandum ini
diperkuat lagi dengan argumentasi yang berdimensi socio antropologis yang menegaskan bahwa setiap anggota
masyarakatnya harus menguasai budaya masyarakat lingkungannya sehingga
didalamnya harus menitinya dengan belajar agar menjadi warga masyarakat yang
beradab.
Implikasi argumentasi sosio-antropologis ini menuntut bahwa animal berupa anak manusia memerlukan
instrumen transformasi dari organisme biologis menuju kepada status organisme
budaya serta di dalamnya terjadi proses internalisasi budaya. Oleh karena
kebutuhan transmisi tersebut hadirnya pendidikan sebagai fungsi proses sosialisasi
dari tiap individu yang akan menjadikannya manusia membudaya. Hakekat peserta
didik dalam kasus ini merupakan calon anggota masyarakat yang harus
disosialisasikan agar menjadi warga masyarakat.
Kesimpulan
: Dalam
pandangan konvensional peserta didik diperlukan sebagai objek didik karena
hakekat peserta didik dipandang sebagai wadah yang harus diisi dngan
pengetahuan, ketrampilan.
pandangan modern bahwa hakekat peserta didik sejak
awal telah mempunyai potensi sehingga pengajaran difungsikan sebatas mendorong
dan menstimuli berkembangnya potensi, peserta didik aktif mengembangkan
potensinya sendiri sebagai subyek didik.
diuraikan berbagai
pandangan tentang manusia sebagai subyek didik maupun obyek didik.
1. Dimensi
Antropologi
Hakekat
peserta didik dalam pandangan dimensi Antropologi adalah bahwa peserta didik
sebagai makhluk yang dapat bermasyarakat dan dapat dimasyarakatkan.
2. Dimensi
Psikologi
Psikologi sebagai ilmu menitik
beratkan pengkajian terhadap kegiatan-kegiatan individu dalam keseluruhan ruang
lingkup hidup manusia dalam perspektif psikologi ini, peserta didik dipandang
sebagai individu yang mampu belajar.
Empat ciri alami yang
diberikan pendidikan adalah sebagai berikut:
a. Adanya
sifat alami untuk tergantung dengan lingkungan sosial dan manusia lainnya.
b. Peserta
didik pada hakekatnya memiliki dorongan hidup dan mempertahankan eksistensinya.
c. Peserta
didik sesungguhnya terdiri dari jasmani dan rohani.
d. Individu
mempunyai kemampuan untuk tumbuh dan berkembang serta berubah secara fisik dan
psikis.
Dalam
dimensi antropologis, manusia dikategorikan sebagai primata, namun dalam
realitanya manusia mampu untuk didik sehingga dinamakan sebagai animal educandum.
Implikasi
argumentasi sosio-antropologis ini
menuntut bahwa animal berupa anak
manusia memerlukan instrumen transformasi dari organisme biologis menuju kepada
status organisme budaya serta di dalamnya terjadi proses internalisasi budaya.
Bab 4
HAKEKAT PENDIDIKAN
A.
Latar
Belakang
Pendidikan sebagai kegiatan pembelajaran telah dilakukan
seusia manusia itu sendiri sebagai pelaku pendidikan. Keragaman pendidikan yang
terjadi di atas bumi ini disebabkan karena perbedaan cara memberikan makna
terhadap pendidikan itu sendiri sebagai gejala sosial. Dalam masyarakat yang
liberal, pendidikan dipandang sebagai kegiatan investasi sehingga
penyelenggaraan pendidikan umumnya sangat mahal, sedangkan dalam masyarakat
yang lain pendidikan dipandang sebagai proses civilisasi, yaitu proses untuk
menjadikan anak didik sebagai warga masyarakat yang baik.
Praktik demikian sesungguhnya tidak dominan sebab
tidak jarang dalam masyarakat mengkombinasikan antara kepentingan pendidikan
sebagai investasi tetapi sekaligus sebagai proses civilisasi dan humanisasi. Di
Indonesia, pendidikan merupakan proses yang multitujuan yang bertujuan, yaitu
untuk penyiapan tenaga kerja, kepentingan politik maupun untuk karakter
building. Apabila dituntut mengapa perbedaan corak pendidikan di masing-masing
negara berbeda, maka salah satu penyebabnya adalah karena konsep dan pandangan
tentang pendidikan itu sendiri berlainan anatara satu komunitas dengan
komunitas yang lain. Dalam era desentralisasi pendidikan di Indonesia, unsur
perbedaan karena kepentingan lokal (local
content) dijadikan nilai keunggulan dari setiap penyelenggaraan pendidikan
didaerah.
Untuk di Indonesia dapat dijumpai berbagai penekanan
penguasaan pelajaran di sekolah. Ada yang memprioritaskan ilmu humaniora karena
pendidikan dipandang sebagai proses Humanisasi (memanusiakan anak didik), ada
yang mementingkan penguasaan tekhnologi karena pendidikan dipandang sebagai
transfer ilmu dan tekhnologi, dan ada pula pendidikan dijadikan alat rekayasa
pembangunan bangsa, ada pula yang mengutamakan aspek politis karena pendidikan
dianggap sebagai sarana mendidik bangsa untuk menjadi warga negara yang baik.
Misi pendidikan harus diperbaharui dan
direkonstruksi terus-menerus agar relevansi tercapai. Untuk menikuti bagaimana
dinamika konsepsi dalam pandangan tentang pendidikan akan disampaikan uraian
tentang hakikat pendidikan dan hakikat peserta didik.
Pada mulanya pertumbuhan pendidikan selalu berawal
dari bentuk pendidian yang terselenggara dalam masyarakat primitif dalam wujud
tradisional dan nonformal. Wujud pendidikan yang ada mengikuti dan berhimpit
dengan kehidupan sehingga prosesnya bercorak simbiosis yaitu menyatu dengan
irama hidup dan interaksi diantara orang-orang dewasa dan anak-anak. Sehubungan
dengan hal ini, Kartini Kartono (1992:1) memandang bahwa masyarakat merupakan
sekolah besar. Kompleksitas antara material pengetahuan yang ditransfekan
dengan empirika kehidupan berbaur menjadi satu sehingga pemilahan mana
kurikulum, sejauh mana progress pembelajaran menjadi sangat kabur. Ditinjau
dari aspek fungsional memang jauh lebih fungsional sebab apa yang dilakukan
anak adalah sesuatu pengetahuan yang sangat berguna dan langsung dapat
dimanfaatkan.
Ide muatan pembelajaran fungsional dan memiliki
tingkat utilitas tinggi inilah kelak dalam alam pendidikan modern diadopsi
menjadi prinsip fungsional pendidikan sehingga muncul pandangan bahwa
pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang berguna bagi siswa dan
masyarakat. Dalam kasus ini sesungguhnya pemahaman tentang pengangguran
sebenarnya tidak perlu ada sebab terjadinya pengangguran karena adanya
pandangan bahwa pendidikan merupakan proses pencetakan tenaga kerja sehingga
semasa tidak terjadi keseimbangan antara demand dan supply kemudian dianggap
terjadi pengangguran selain itu juga karena mental lulusan pendidikan Indonesia
berjiwa seeker job (pencari kerja),
bukan creator job (pencipta kerja).
Lain lagi kalau pandangan pendidikan itu bercorak bahwa pendidikan itu adalah
proses humanisasi, dimana pendidikan diabdikan pada kemuliaan manusia, tentunya
anggapan pengangguran menjadi tidak ada sebab dalam konteks ini ada tidaknya
pengangguran tidak disangkutkan dengan tersedia tidaknya lapangan kerja. Abdul
Munir Mulkhan (2001) barangkali menganggap bahwa pendidikan adalah proses yang
digerakkan oleh spiritual pendidikan bukan kekuatan ektrinsik.
B.
Hakekat
Pendidikan
Termitologi pendidikan merupakan terjemah dari
istilah pedagogi. Istilah ini berasal dari bahasa Yunani kuno paidos dan agoo. Paidos artinya ‘budak’ dan agoo artinya ‘membimbing’. Akhirnya, pedagogie diartikan sebagai budak yang mengantarkan anak majikannya
untuk belajar. Dalam perkembangannya pedagogie dimaksudkan sebagai ‘ilmu
mendidik’. Dalam khasanah teoritis pendidikan, ada yang membedakan secara tegas
antara pendidikan dan pengajaran. Pembedaan tersebut umumnya didasarkan karena
hasil akhir yang dicapai serta cakupan rambahan yang dibidik oleh kegiatan
tersebut. Dinamakan pendidikan apabila dalam kegiatan tersebut mencakup hasil
yang rambahannya (dimensi) pengetahuan sekaligus kepribdian, sedangkan
pengajaran membatasi kegiatan pada transfer
of knowledge yang kawasannya tidak membentuk kepribadian.
Dalam hal yang lebih spesifik, pendidikan yang
erupakan aktivitas pembelajaran dalam bentuk interaksi edukatif (penyampaian
ilmu pengetahuan dan afektif) dengan menempatkan peserta didik sebagai subyek
pendidikan, masih juga endidikan dipersyaratkan untuk penunaian tugas yang
mengarah pada upaya memberi arah dan watak pada peserta didik. Penunaian tugas
perwatakan pada peserta didik tersebut dinamakan colouring (mochtar buchori, 2004:43). Tugas pembelajaran ini
menekankan bahwa disamping hasil retensi (bekas yang tersangkut di otak) dari
pembelajaran itu sendiri, juga harus membentuk ciri khas tersendiri.
Pendidikan dalam dimensi lain terutama dalam sudut
pandang epistemologi dapat dimaknai sebagai ilmu yaitu ilmu mengajar yang
sangat dekat dengan didaktik dan metodik. Didaktik dan metodik adalah ilmu
tentang bagaimana cara mengajar. Pemaknaan pendidikan yang demikian berarti
memaknakan pendidikan dalam pengertian pendidikan sebagai kata sifat. Sedang
pemaknaan pendidikan sebagai kata kerja maka pendidikan adalah upaya
pendewasaan anak didik. Lahirnya pendidikan formal dan sekolah sebenarnya
menjadi kebutuhan historis dalam kehidupan manusia bahkan oleh keluarga sendiri
sebagai tempat pertama dan utama dalam mendidik generasi muda. Kebutuhan akan
pembelajaran sekolah karena keluarga sudah tidak sanggup lagi mendidik anak
keturunannya dan menyerahkannya kepada lembaga formal yang dinamakan sekolah.
Dalam pandangan pendidikan sebagai kegiatan
persekolahan, hakekat pendidikan dimaknakan sebagai kegiatan yang diupayakan
oleh sekolah terhadap anak didik yang diserahkan kepadanya agar mempunyai
kemampuan yang sempurna dan sadar penuh akan hubungan-hubungan dan tugas sosial
mereka. Dalam hal ini Mudyaharjo (2001:6-7) lebih merinci bahwa proses kegiatan
pendidikan ditandai dengan :
a. Masa
pendidikan, masa pendidikan dilaksanakan dalam waktu terbatas yaitu masa
periode masa anak dan dewasa.
b. Lingkungan
pendidikan, pendidikan berlangsung dalam lingkungan yang diciptakan khusus
untuk menyelenggarakan pendidikan (kompleks sekolah). Secara teknis pendidikan
berlangsung dikelas.
c. Bentuk
kegiatan, isi pendidikan tersusun secara terprogram dalam bentuk kurikulum.
Kegiatan lebih berorientasi pada kegiatan guru sehingga guru mempunyai peran
yang sentral dan menentukan. Kegiatan pendidikan terjadwal, tertentu waktunya,
dan tempatnya.
d.
Tujuan, tujuan pendidikan ditentukan
oleh pihak luar. Tujuan pendidikan terbatas pada pengembangan
kemampuan-kemampuan tertentu.
Sebagaimana yang
dikemukakan oleh Tilaar (1999:41) yang menekankan bahwa pendidikan lebih
condong kearah pembudayaan dengan argumentasi bahwa pendidikan sesungguhnya
proses engantar peserta didik sebagai warga masyarakat yang harus beridentitas
dan diterima didalam masyarakat. Beberapa definisi mengenai pendidikan
sebagaimana dimaksud adalah sebagai berikut :
1. Menurut
M.J. Langeveld : pendidikan adalah kegiatan membimbing anak manusia menuju pada
kedewasaan dan mandiri.
2. Pendidikan
adalah proses pembudayaan, proses kultural atau kultivasi untuk mengembangkan
semua bakat dan potensi manusia guna mengangkat diri sendiri dan dunia
sekitarnya pada taraf human, (menurut sebagian besar tokoh pendidikan humanis).
3. Menurut
Ernest Hemingway, pendidikan kegiatan yang harus berfungsi sebagai a built in shockproof crap detector,
yaitu alat pendeteksi kebodohan dan keadaan yang kejap kejut atau tahan
bantingan dan tetap.
4. David
Reisman, pendidikan adalah kegiatan ang harus berujud lembaga yang mampu counter cyclical, yaitu sekolah harus
lebih banyak mengajukan dan menanamkan nilai dan norma-norma yang tidak banyak
dikemukakaan oleh banyak lembaga sosial yang ada didalam masyarakat.
5. Pendidikan
adalah suatu komleks perbuatan yang sistematis untuk membimbing anak menuju
pada pencapaian tujuan pendidikan.
6. Pendidikan
adalah seni mengajar karena mengajarkan ilmu, ketrampilan dan pengalaman
tertentu, orang akan melakukan perbuatan kreatif. Mendidik tidak semata-mata
teknis, metodis dan mekanis mengoperkan skill pada anak tetapi merupakan
kegiatan yang berdimensi tinggi dan berunsur seni yang bernuansa dedikasi,
emosional, kasih sayang dalam upaya membangun dan membentuk kepribadian.
Dinamakan seni karena kegiatan pendidikan dilandasi oleh rasa kemanusiaan,
simpati, dan kecintaan.
7. John Dewey, Education is all one with growing, it has no end beyond it self
(Encyclopedia Americana, 1978).
8.
Pendididkan adalah usaha sadar dan
terencana untuk menciptakan suasana belajar agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, sikap sosial dan ketrampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Sisdiknas tahun 2001).
Kegiatan
dinamika pendidikan apabila memiliki indikasi sebagai berikut :
1. Ada
pihak yang memberi dan menerima
2. Mempunyai
program pendidikan atau kurikulum
3. Personifikasi
pendidik
Selain
pengkajian hakekat dan definisi pendidikan dalam pandangan ahli pendidikan,
akan dikemukakan pula hakekat pendidikan dalam perspektif teori hakekat
pendidikan. Secara dikotomis perspektif teori hakekat pendidikan dibedakan
dalam dua klasifikasi besar yaitu Pendekatan Reduksionisme dan Pendekatan
Holistik Integratif.
1. Pendekatan Reduksionisme
Pendekatan
tentang hakekat pendidikan ini dinamakan dengan reduksionisme karena dalam
pandangannya berusaha menyederhanakan konsep pendidikan (reduksi) sehingga
dapat mudah dipahami konsep pandangan yang ingin ditandaskan. Tilaar
(1999:19-32) mengelompokkan pendekatan ini meliputi enam teori, yaitu :
a. Pendekatan Pedagogisme
Pendekatan ini
termasuk pendekatan sangat kuno sehingga titik tolaknya bertumpu dari teori
Nativisme dari Schopenhauer yang berpendapat bahwa sesungguhnya peserta didik
sejak awal telah mempunyai potensi yang siap dikembangkan sehingga tugas
pendidikan adalah mengembangkan potensi secara optimal.
Pendekatan yang sangat menekankan pada pengembangan
potensi peserta didik ini telah melahirkan konsep child centered education
(pendidikan berpusat pada anak). Pada satu sisi, peserta didik memang sangat
positif namun sisi kelemahannya kemudian mengisolasikan peserta didik dengan
kehidupan sosial karena terlalu menfokuskan pada pengembangan siswa.
b.
Pendekatan
filosofis
Pendekatan ini bertitik tolak dari pertentangan
mengenai hakekat manusia dan hakekat anak. Dalam padangan pendekatan ini anak
berbeda dengan orang dewasa sehingga anak bukan orang dewasa yang berbentuk
kecil. Pendekatan ini mengakui adanya norma-norma anak sehingga hakekat
pendidikan adalah pelayanan edukasional yang iramanya sesuai dengan
perkembangan irama anak bukan irama orang dewasa yang diperuntukkan anak-anak.
Pandangan yang banyak penganutnya di Eropa ini
berkembang menjadi pandangan khas kontinental. Nampaknya pandangan ini mulai
redup ketika muncul paham bahwa pendidikan berlangsung seumur hidup.
c. Pendekatan Religius
Pendekatan
tentang hakekat pendidikan ini memandang bahwa hakekatnya manusia adalah
makhluk religi, sehingga kegiatan pendidikan adalah kegiatan yang mengantarkan
pada keadaan manusia sebagai makhluk ke Tuhanan.
Dalam rancangan
udang-undang pendidikan Indonesia sangat ditekankan adanya terbentuknya peserta
didik yang bertaqwa serta berakhlak
mulia sebab disadari bahwa ternyata pendidikan sekuler tidak menjamin adanya
manusia yang etis. Pendekatan ini dalam kajian khusus mengenai filsafat
pendidikan akan diperdalam melalui aliran Perenialisme.
d. Pendekatan Psikologis
Permulaan abad
20 pendekatan ini memperoleh momentumnya ketika lahir ilmu pendidikan. Kuatnya
pendekatan ini maka telah melahirkan pandangan pendidikan yang sangat
behavioristik (mengacu pada tolok ukur perilaku) sehingga pengaruhnya sampai
pada munculnya taksonomis Bloom.
Pendekatan
psikologis merambah pada semua sektor pendidikan karena teori psikologis
diadopsi kedalam ilmu pendidikan terutama dalam teori pendidikan terutama dalam
teori belajar. Akibatnya seolah-olah pendidikan adalah teori belajar saja.
Hakekat pendidikan adalah proses belajar sehingga pendidikan adalah
pembelajaran peserta didik.
e. Pendekatan Negativis
Menurut
Negativisme ini ada tiga teori pendidikan yang sifatnya negatif. Pertama, teori yang menyatakan bahwa
tugas pendidikan adalah menjaga pertumbuhan anak. Hakekat pendidikan adalah
mengisolasikan hal negatif dari siswa agar perkembangannya wajar.
Kedua,
hakekat
pendidikan adalah pembudayaan individu. Pandangan kedua tampak ada kontradiksi
sebab tidak mungkin dengan langkah pertama (menjaga hal negatif) akan dapat
dilakukan langkahpembudayaan mengingat pembudayaan membutuhkan interaksi sosial
yang didalamnya akan penuh dengan pengaruh negatif.
Ketiga,
hakekat
pendidikan adalah melatih peserta didik menjadi warga negara yang berguna.
f. Pendekatan Sosiologis
Pendekatan ini
mengintrodusir bahwa hakekat pendidikan adalah diarahkan kepada kepentingan
hidup bersama dalam masyarakat. Pendekatan ini memiliki argumentasi dalam
memandang hakekat pendidikan atas realita bahwa peserta didik sesungguhnya
anggota masyarakat yang kelak akan kembali kepada masyarakat.
Salah satu
pendekatan sosiologisme yang sangat popular adalah konsiensialisme, yaitu
konsepsi pendidikan yang bertujuan menumbuhkan kesadaran manusia tentang
martabat dan kebebasan serta tidak menyerah kepada beragam penindasan.
Pendidikan yang diskriminatif dan elitis dapat dihindarkan sebab pendidikan
adalah proses pembebasan (Paulo Freire, 1972:19).
2. Pendekatan Holistik
Berbeda dengan
pendekatan Reduksionisme yang menggunakan orientasi utilitas serta partial,
maka dalam pendekatan holistik ini akan diorientasikan secara komprehensif akan
hakekat pendidikan. Hakekat pendidikan adalah suatu proses menumbuhkembangkan
eksistensi peserta didik yang memasyarakat, membudaya dalam tata kehidupan yang
berdimensi lokal, nasional, dan internasional. Secara operasional hakekat
pendidikan dalam perspektif holistik senantiasa memiliki komponen sebagai
berikut.
1. Pendidikan
merupakan proses yang bersinambungan.
2. Eksistensi
manusia yang bermasyarakat.
3. Proses
pendidikan berarti menumbuh kembangkan eksistensi manusia.
4. Proses
pendidikan dala masyarakat yang membudaya.
Ruth Benedic menyatakan bahwa kebudayaan sebenarnya
adalah istilah sosiologis untuk tingkah laku yang dapat dipelajari. Dengan
demikian tingkah laku manusia diturunkan melalui pembelajaran dari generasi ke
generasi selanjutnya. Dalam hal ini peranan pendidikan dalm pembentukan
kepribadian peserta didik sangat urgen.
Kesimpulan
: Keragaman pendidikan yang terjadi di atas bumi
ini disebabkan karena perbedaan cara memberikan makna terhadap pendidikan itu sendiri
sebagai gejala sosial.
Di Indonesia, pendidikan merupakan proses yang
multitujuan yang bertujuan, yaitu untuk penyiapan tenaga kerja, kepentingan
politik maupun untuk karakter building.
Dalam masyarakat yang liberal, pendidikan dipandang
sebagai kegiatan investasi sehingga penyelenggaraan pendidikan umumnya sangat
mahal, sedangkan dalam masyarakat yang lain pendidikan dipandang sebagai proses
civilisasi, yaitu proses untuk menjadikan anak didik sebagai warga masyarakat
yang baik.
Dinamakan pendidikan apabila dalam kegiatan tersebut
mencakup hasil yang rambahannya (dimensi) pengetahuan sekaligus kepribdian,
sedangkan pengajaran membatasi kegiatan pada transfer of knowledge yang kawasannya tidak membentuk kepribadian.
Secara dikotomis perspektif teori hakekat pendidikan
dibedakan dalam dua klasifikasi besar yaitu Pendekatan Reduksionisme dan
Pendekatan Holistik Integratif.
1. Pendekatan
Reduksionisme
Dinamakan reduksionisme karena karena
dalam pandangannya berusaha menyederhanakan konsep pendidikan (reduksi)
sehingga dapat mudah dipahami konsep pandangan yang ingin ditandaskan. Tilaar
(1999:19-32) mengelompokkan pendekatan ini meliputi enam teori, yaitu :
a.
Pendekatan Pedagogisme
Pendekatan yang sangat menekankan
pada pengembangan potensi peserta didik ini telah melahirkan konsep child
centered education (pendidikan berpusat pada anak).
b. Pendekatan
Filosofis
Dalam
padangan pendekatan ini anak berbeda dengan orang dewasa sehingga anak bukan
orang dewasa yang berbentuk kecil.
c. Pendidikan
Religius
Pendekatan
tentang hakekat pendidikan ini memandang bahwa hakekatnya manusia adalah
makhluk religi, sehingga kegiatan pendidikan adalah kegiatan yang mengantarkan
pada keadaan manusia sebagai makhluk ke Tuhanan.
d. Pendidikan
Psikologis
Pendekatan
psikologis merambah pada semua sektor pendidikan karena teori psikologis
diadopsi kedalam ilmu pendidikan terutama dalam teori pendidikan terutama dalam
teori belajar. Akibatnya seolah-olah pendidikan adalah teori belajar saja.
e. Pendekatan
Negativis
Menurut
Negativisme ini ada tiga teori pendidikan yang sifatnya negatif. Pertama, teori yang menyatakan bahwa
tugas pendidikan adalah menjaga pertumbuhan anak, Kedua, hakekat pendidikan adalah pembudayaan individu, Ketiga, hakekat pendidikan adalah
melatih peserta didik menjadi warga negara yang berguna.
f. Pendekatan
Sosiologis
Pendekatan
ini mengintrodusir bahwa hakekat pendidikan adalah diarahkan kepada kepentingan
hidup bersama dalam masyarakat.
2. Pendekatan
Holistik
Secara operasional hakekat
pendidikan dalam perspektif holistik senantiasa memiliki komponen : Pendidikan
merupakan proses yang bersinambungan, Eksistensi manusia yang bermasyarakat, Proses
pendidikan berarti menumbuh kembangkan eksistensi manusia, Proses pendidikan
dala masyarakat yang membudaya.
Bab 5
VISI DAN MISI
PENDIDIKAN
A.
Pendahuluan
Pendidikan
nasional mempunyai visi terwujunya sistem pendidikan sebagai pranata sosial
yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia menjadi
manusia yang berkualitas sehingga mampu proaktif menjawab tantangan zaman yang
selalu berubah.
Karena visi
tersebut amat luas kemudian dijabarkan menjadi beberapa misi. Yang disebut misi
adalah rumusan jangka pendek, mudah dicapai untuk menuju tujuan jangka panjang
(visi bersifat multidimensi, abstrak, dan tinggi).
1.
Visi
Visi
pendidikan nasional adalah terwujudnya masyarakat Indonesia yang damai,
demokratis, berakhlak, berkeahlian, berdaya saing, maju dan sejahtera dalam
wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang didukung oleh manusia Indonesia
yang sehat, mandiri, beriman, bertaqwa, berakhlak mulia, cinta tanah air,
berdasarkan hukum dan lingkungan, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi,
memiliki etos kerja yang tinggi serta berdisiplin.
2.
Misi
Untuk
mewujudkan visi pendidikan nasional, pemuda, dan olahraga ditetapkan misi yang
menjadi sasaran pembangunan pendidikan nasional, pemuda, dan olahraga, yaitu
sebagai berikut:
·
Mewujudkan
sistem dan iklim pendidikan nasional yang demokratis dan berkualitas guna
mewujudkan bangsa yang berakhlak mulia, kreatif, inovatif, berwawasan
kebangsaan, cerdas, sehat, disiplin, bertanggungjawab, terampil, serta
menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.
·
Mewujudkan
kehidupan sosial budaya yang berkepribadian, dinamis, kretaif, dan berdaya
tahan terhadap pengaruh globalisasi.
·
Meningkatkan
pengamalan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari untuk mewujudkan kualitas
keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam kehidupan, dan
mantapnya persaudaraan antarumat beragama yang berakhlak mulia, toleran, rukun,
dan damai.
·
Meningkatkan
kualitas sumber daya manusia yang produktif, mandiri, maju, berdaya saing,
berwawasan lingkungan dan berkelanjutan dalam rangka memberdayakan masyarakat
dan seluruh kekuatan ekonomi nasional terutama pengusaha kecil, menengah, dan
koperasi.
Berdasarkan
pada visi dan misi pendidikan tersebut kemudian disusunlah tujuan pendidikan
nasional. Tujuan pendidikan nasional adalah membentuk manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri serta menjadi warga negara, yang demokratis, bertanggung jawab dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Untuk
mewujudkan visi, misi, dan tujuan pendidikan diperlukan strategi pembangunan
pendidikan dalam UU Sisdiknas 2003 disebutkan beberapa strategi nasional adalah
:
1. Pelaksanaaan pendidikan agama serta
pembentukan akhlak mulia.
2. Pengembangan dan pelaksanaan
Kurikulum berbasis kompetensi.
3. Proses pembelajaran yang dialogis
dan mendidik.
4. Peningkatan profesional tenaga
kependidikan.
5. Pembiayaan pendidikan yang berdasar
prinsip pemerataan dan berkeadilan.
6. Pelaksanaan wajib belajar.
7. Pelaksanaan otonomi managemen
pendidikan.
8. Pemberdayaan peran serta masyarakat.
9. Pembudayaan dan pembangunan
masyarakat.
10.
Pengawasan
dalam pelaksanaan sisdiknas.
B.
Tujuan Pendidikan
Tujuan
pendidikan merupakan salah satu komponen utama dari sistem pendidikan. Dengan
tujuan pendidikan, diharapkan proses pendidikan dapat mencapai hasil secara
efektif dan efisien. Apabila tujuan pendidikan tidak digariskan secara tegas
maka pendidikan akan mengalami ketidakpastian dalam prosesnya, yang akibatnya
manusia sebagai out-put pendidikan tidak memiliki patokan atau pedoman
hidupluhur yang sesuai dengan hakekatnya sebagai manusia.
1.
Manfaat Tujuan Pendidikan
a. Dengan adanya tujuan, arah yang akan
dicapai oleh serangkaian kegiatan pendidikan menjadi jelas.
b. Dengan adanya tujuan pendidikan yang
jelas, akan didapatkan titik tolak untuk berkomunikasi dengan semua pihak yang
berkepentingan.
c. Dengan tujuan pendidikan yang jelas,
merupakan kerangka dan digunakan dalam rencana kegiatan akademik.
2.
Tujuan , Filsafat dan Pendidikan
Pendidikan
selalu memiliki watak yang dicerminkan oleh keadaan dan sifat masyarakat.
Karena sifat masyarakat berbeda-beda, maka dengan sendirinya berbeda pula
tujuan pendidikannya.
Filsafat
dan pendidikan merupakan suatu hal yang tidak dapat dipisahkan, karena filsafat
merupakan segi pemikirannya dan pendidikan segi aktif dinamisnya. Filsafat
mencakup nilai-nilai yang dijunjung tinggi yang dijadikan pedoman dalam setiap
kegiatan pendidikan.
C.
Dasar
Pendidikan
A. PengertianPendidikan :
- Suatuprosespertumbuhan yang menyesuaikandenganlingkungan.
- Suatupengarahandanbimbingan yang diberikankepadaanakpadapertumbuhannya.
B. RuangLingkupPengertianPendidikan :
Ruanglingkuppengertianpendidikanmeliputipendidikan Informal ( keluarga ), Formal ( sekolah ), Non formal ( kegiatanpendukung).
Ruanglingkuppengertianpendidikanmeliputipendidikan Informal ( keluarga ), Formal ( sekolah ), Non formal ( kegiatanpendukung).
C. FungsiPendidikan
- Fungsi dalam arti mikro (membantuperkembanganrokhanidanjasmanianakdidik)
- Fungsidalamartimakro ( sebagaialatperkembanganpribadi )
D. Aliran – aliranDalamPendidikan
- Alirannativisme
- Aliranempirisme
- Alirannaturalisme
- Alirankonvergensi
E . Batas – Batas Pendidikan
- Faktoranak, pendidik, jarakantarapendidikdanpesertadidik, lingkungantempatanakhidup .
F . Faktor – FaktorPendidikan
- Faktortujuan, pendidik, pesertadidik, isi/msteripendidikan, metodependidikan, situasilingkungan .
G . Alat – AlatPendidikan
- Alatpendidikan yang bersifatrokhaniah
- Alatpendidikan yang bersifatkebendaan
H . BeberapaPrinsipPelaksanaanPendidikan
- Pesertadidiksebagaiindividu yang berkembang
- Kebebasandanketerikatanpesertadidik
- Faktormotivasidalampendidikan
- Asaaktivitasdalmkegiatanpendidikan
I . PendidikanSebagaiSatuSistem
- Unsur – unsursuatukegiatan
- Pengertiansistem
- Elemenusahapendidikan
- Salinghubunganantarelemen
- Pencapaian tujuan yang diinginkan
- Sistem pendidikan dalam kerangka yang lebih luas
REFLEKSI :
Pendapatsaya bahwa pendidikan adalah : suatu proses dimana suatu individu mengembangkan kemampuan baik secara rokhani maupun jasmani, dimanasemua hal tersebutdapat terjadi apabila adanya suatu interaksi antara pendidik dan siterdidik baik dalam kelurga, sekolah, maupun bidang pendukung “ ekstrakulikuler”.
Dalamhalpendidikanperluadanyasuatuprosesdukunganbagisiterdidikuntukdapatmemajukankemampuan yang adadalamdirinya. Dalamhalinikeluarga, sekolahdanlingkungansangatmempengruhisifat, sikap, tingkahlakuakanperkembangansiterdidik.
Pendapatsaya bahwa pendidikan adalah : suatu proses dimana suatu individu mengembangkan kemampuan baik secara rokhani maupun jasmani, dimanasemua hal tersebutdapat terjadi apabila adanya suatu interaksi antara pendidik dan siterdidik baik dalam kelurga, sekolah, maupun bidang pendukung “ ekstrakulikuler”.
Dalamhalpendidikanperluadanyasuatuprosesdukunganbagisiterdidikuntukdapatmemajukankemampuan yang adadalamdirinya. Dalamhalinikeluarga, sekolahdanlingkungansangatmempengruhisifat, sikap, tingkahlakuakanperkembangansiterdidik.
B . LANDASAN
FILOSOFIK PENDIDIKAN
A . TinjauanOntologikPendidikan
Usaha manusiauntukmengertidirinyaituadalahusahalebihjauh, atautermasukbidangontologi.
Aliranmonisme ( pahammaterialisme, danpahamidealisme )
Alirandualisme
B . Tinjauanepistemologikpendidik
Dilemainidimaksudkanuntukmenunjukanciriutama problem ilmupengetahuan
Jadipersoalannyasungguh – sungguhtentanghakekattahuataukesadarantentangpengetahuan.
Pendidikandanpengajaranterutamadianggapsebagaisuatuprosespembinaanilmupengetahuan. Dan ilmupengetahuandimaksudterutamasebagai “ knowledge as subject matter in the curriculum “ ( Brubacher, 1962 : 92 ).
A . TinjauanOntologikPendidikan
Usaha manusiauntukmengertidirinyaituadalahusahalebihjauh, atautermasukbidangontologi.
Aliranmonisme ( pahammaterialisme, danpahamidealisme )
Alirandualisme
B . Tinjauanepistemologikpendidik
Dilemainidimaksudkanuntukmenunjukanciriutama problem ilmupengetahuan
Jadipersoalannyasungguh – sungguhtentanghakekattahuataukesadarantentangpengetahuan.
Pendidikandanpengajaranterutamadianggapsebagaisuatuprosespembinaanilmupengetahuan. Dan ilmupengetahuandimaksudterutamasebagai “ knowledge as subject matter in the curriculum “ ( Brubacher, 1962 : 92 ).
C .
TinjauanAksiologikPendidikan
Manusiaadalahmakhlukbudayadanmakhluksosial.
Pembagiantingkatperkembangankebudayaanmanusiamenurut August Comte atas :
Tingkat teologis
Tingkat metafisis
Tingkat positif
Asas – asasumum yang universal yang dapatdipandangsebagaiprinsipumummeliputi :
Melaksanakankewajibandengandasarikhtikadbaik
Menghormatiperasaanorang lain
Selaluberusahamenyumbangkanide - ide
Akanmenerimahaknyasemata – matasebagaisuatupenghormatan
Manusiaadalahmakhlukbudayadanmakhluksosial.
Pembagiantingkatperkembangankebudayaanmanusiamenurut August Comte atas :
Tingkat teologis
Tingkat metafisis
Tingkat positif
Asas – asasumum yang universal yang dapatdipandangsebagaiprinsipumummeliputi :
Melaksanakankewajibandengandasarikhtikadbaik
Menghormatiperasaanorang lain
Selaluberusahamenyumbangkanide - ide
Akanmenerimahaknyasemata – matasebagaisuatupenghormatan
REFLEKSI :
Dalampembahasan kali inisayamemahamiakansuatuperkembanganakanemosionaldiriterhadaporang lain ( sipendidikterhadapsiterdidik ).
Disinikitaharusmenciptakannilai – nilaiantarapengajardan yang diajar, dimanaharusadanyasuatutanggungjawab, perlakuanbaik, salingmenghormatiantarakeduabelahpihak.
pendidikan bukan sematamemberimaterimelainkankitasebagaipengajarwajibmemberikansuatupemahaman, pengetahuan yang dimanadapatmampumengembangkantingkatkecerdasandanemosionalsiterdidik
Dalampembahasan kali inisayamemahamiakansuatuperkembanganakanemosionaldiriterhadaporang lain ( sipendidikterhadapsiterdidik ).
Disinikitaharusmenciptakannilai – nilaiantarapengajardan yang diajar, dimanaharusadanyasuatutanggungjawab, perlakuanbaik, salingmenghormatiantarakeduabelahpihak.
pendidikan bukan sematamemberimaterimelainkankitasebagaipengajarwajibmemberikansuatupemahaman, pengetahuan yang dimanadapatmampumengembangkantingkatkecerdasandanemosionalsiterdidik
C . LANDASAN
PSIKOLOGIK PENDIDIKAN
A . Hukum – hukumperkembangan
A . Hukum – hukumperkembangan
- Psikologsebagaisalahsatucabangilmupengetahuanberfungsisebagaimemahami, meramalkan, danmengontroltingkahlakumanusia.
- Sukum – hukumperkembangan yang pentinguntukdiketahuipendidik :
- Prosesbelajartergantungpadatingkatkematangan yang dicapaiindividu
- Prosesperkembanganindividumenujukearahdiferensiasisistemrespons
- Setiapindividumemiliki tempo perkembanganmasing – masing
- Perkembanganindividumemilikipolaumum
B . Faseperkembanganindividu
- Masa prenatal
- Masapermulaankehidupanbayi
- Masabayi
- Masaanakkecil
- Masaprasekolah
- Masakanak – kanak
- Masaadolesensi
C . Teoribelajar
Teoribelajarbanyakbermunculan yang dapatdikategorikanmenjadisepuluhmacamdandikategorikanmenjadi :
Teoridisiplin mental
Rumpunbehaviorisme
Rumpun gestalt – medan
Adatiga model guru dalmmenghadapikesepuluhteoribelajar, yaitu :
Mengikutisatuteoritertentusajabalajar
Bersikapelektik
Menyintesakanbagian – bagiandariteoribelajartertentusesuaidenganidenyasendiri
Tiapteoribelajarmemiliki :
Konsepdasartentang moral manusia
Pandangantentangsikapdasartindak – tandukmanusia
Transfer belajar yang dianut
Tekanandalamprosesmengajar
Tokoh – tokohpengembangannya
Teoribelajarbanyakbermunculan yang dapatdikategorikanmenjadisepuluhmacamdandikategorikanmenjadi :
Teoridisiplin mental
Rumpunbehaviorisme
Rumpun gestalt – medan
Adatiga model guru dalmmenghadapikesepuluhteoribelajar, yaitu :
Mengikutisatuteoritertentusajabalajar
Bersikapelektik
Menyintesakanbagian – bagiandariteoribelajartertentusesuaidenganidenyasendiri
Tiapteoribelajarmemiliki :
Konsepdasartentang moral manusia
Pandangantentangsikapdasartindak – tandukmanusia
Transfer belajar yang dianut
Tekanandalamprosesmengajar
Tokoh – tokohpengembangannya
REFLEKSI :
Psikologipendidikanberfungsigunamengontrol, meramalkan, danmengontroltingkahlakumanusia.
Teoribelajarberfungsisebagaialatpengontrolcarapenyampaiandanpenyajiangunamemahamiakansuatupembelajaran.
Dalampembelajaransebaiknyaharusmemilikisuatucara agar dimanasiterdidikdapatmemahamipelajaran yang kitasampika.
Pembelajaransendiridapatditerimaolehsiterdidikbukanhanyafaktordarikitasebagaipengajarmelainkandariindividuitusendiri, keluarga, dansuatumasyarakatdimanatempatanakdidiktinggal.
Psikologipendidikanberfungsigunamengontrol, meramalkan, danmengontroltingkahlakumanusia.
Teoribelajarberfungsisebagaialatpengontrolcarapenyampaiandanpenyajiangunamemahamiakansuatupembelajaran.
Dalampembelajaransebaiknyaharusmemilikisuatucara agar dimanasiterdidikdapatmemahamipelajaran yang kitasampika.
Pembelajaransendiridapatditerimaolehsiterdidikbukanhanyafaktordarikitasebagaipengajarmelainkandariindividuitusendiri, keluarga, dansuatumasyarakatdimanatempatanakdidiktinggal.
D . LANDASAN HISTORIK
PENDIDIKAN
SerapanPendidikan Indonesia :
DalampendidikanseluruhduniaterdapatpengaruhdariCinakuno, India kuno, danYunanikuno.
Dari Cinakunodiperolehsistemujianbagicalonpegawaidanpejabat.
Dari India kunodiperolehpendidikanwatakdankerokhanian
dariYunanikunodiperolehpendidikanharmonisantararrokhanidanjasmani, sertapendidikandemokratis
Pengaruhdarinegribaratyaitu : aliran – aliranbarudalampendidikanantara lain ( pendidikannormatif, deskriptif, danpendidikansosial modern
SerapanPendidikan Indonesia :
DalampendidikanseluruhduniaterdapatpengaruhdariCinakuno, India kuno, danYunanikuno.
Dari Cinakunodiperolehsistemujianbagicalonpegawaidanpejabat.
Dari India kunodiperolehpendidikanwatakdankerokhanian
dariYunanikunodiperolehpendidikanharmonisantararrokhanidanjasmani, sertapendidikandemokratis
Pengaruhdarinegribaratyaitu : aliran – aliranbarudalampendidikanantara lain ( pendidikannormatif, deskriptif, danpendidikansosial modern
Pendidikan Di
zamanpenjajahan
- PadamasapenjajahanBelanda ( 1600 – 1942 ) dimanpendidikanpadamasainicenderungbersifatindividualisdanintelektualis. Kepandaianuntukkepentingandirisendiridiutamakan.
- disiniterjadisifatdistriminatifdimanaadanyapenggolonganbagiparapesertadidik.
- Pemupukansemangatpadagenerasimudaterjadiawalabad 20. hasilnyadapatdilihat 45 tahunkemudian, yaitukeberanianuntukmemproklamasikankemerdekaan Indonesia.
- PadapenjajahanJepangditahun 1942 disiniterjadisuatuperubahandimanabahasa Indonesia dijadikanbahasapengantardisekolah.
REFLEKSI :
Kita ketahuibahwabangsa Indonesia telahamatberjuanguntukmendapatkankemerdekaan Indonesia, dimanasaatitupunpendidikanamattabuh. Hinggasuatusaattersosongsemangatuntukmemperjuangkanbangsadanpendidikanindonesia. Dalamhalnipendidikanmerupakansuatu yang amatharusditegakandalamdirimasyarakatkarnapendidikandapatmenciptakansuatumendasarbagiperkembangan mental danrokhanijiwabagisiterdidik.
Sebuahpendidikanharussangatdidasariolehsemangatdarisipendidikdansiterdidikjugadibantudengankeluargadanlingkungandidalamnya.
Kita ketahuibahwabangsa Indonesia telahamatberjuanguntukmendapatkankemerdekaan Indonesia, dimanasaatitupunpendidikanamattabuh. Hinggasuatusaattersosongsemangatuntukmemperjuangkanbangsadanpendidikanindonesia. Dalamhalnipendidikanmerupakansuatu yang amatharusditegakandalamdirimasyarakatkarnapendidikandapatmenciptakansuatumendasarbagiperkembangan mental danrokhanijiwabagisiterdidik.
Sebuahpendidikanharussangatdidasariolehsemangatdarisipendidikdansiterdidikjugadibantudengankeluargadanlingkungandidalamnya.
E . LANDASAN HUKUM
PENDIDIKAN
Masyarakat/Negara dengansistemkenegaraansebagaikelembagaan formal penentukebijakanpendidikannasional
Masyarakat/Negara dengansistemkenegaraansebagaikelembagaan formal penentukebijakanpendidikannasional
- Dalamhaliniberasaskan :
- PANCASILA
- GBHN
- UUD 1945
Pendidikannasionaldanketentuan – ketentuan yang
mengikatdalampelaksanaannya ( landasankonstitusional )
- pernyataanbahwasistempendidikannasionalbertujuanmembentukmanusiaPancasila, secarayuridik formal dapatdikajiantara lain darireferensiberikut :
- UUD 1945 Bab XIII, Pasal 31 dan 32
- UUD Pendidikan No. 12/1954 pasal 3 dan 4
- Tap MPRS No. XXVII/MPRS/ 1966 Bab II Pasal 3
- Tap MPR No. IV/MPR/1978
- Tap MPR No. II/MPR/1988
Hukumoperasionalsistempendidikannasional
- denganadanyalandasan ideal dansistempendidikannasional, makaarahpendidikannasionaltidakbolehmenyimpangdaripembentukanmanusiaPancasiladangeraknya pun berdasarkanPancasiladan UUD 1945
- Peraturanpemerintah yang mempunyaikekuatanhukumsebagaipenhendali, pengarahjalannyapendidikannasional, adalah :
- undang – undang / peraturanpemerintah
- Instruksipresiden / pidatopresiden
- Kebijakanmentripendidikandankebudayaan
- GBHN
REFLEKSI :
Landasanpendidikanberfungsisebagaipengontolgebrakanbagiprosespendidikan yang lebihefisiendanmemilikikekuatantersendiri.
Suatupendidikanharusmemilikinilai – nilaididalamnyaseperti, Pancasila, GBHN, UUD 1945. suatulandasaninibergunasebagaitolakdankinerjapendidikandi Indonesia.
Pendidikanbergunasebagaipenciptagenerasimanusiauntukmengembangkankepribadiandankemampuanikutberpartisipasidalampembangunanuntukmencapaikesejahteraanmasyarakatdan Tanah air.
Terkadangamatmiriskitalihatakanmasihbanyakmasyarakat yang masihtertinggaldalamduniapendidikandikarenakansuatutanggunganbiaya, padahalpadapasal 31 ayat 1 dan 2 telahdikemukakanbahwa TIAP WARGA NEGARA BERHAK MENDAPAT PENGAJARAN
Landasanpendidikanberfungsisebagaipengontolgebrakanbagiprosespendidikan yang lebihefisiendanmemilikikekuatantersendiri.
Suatupendidikanharusmemilikinilai – nilaididalamnyaseperti, Pancasila, GBHN, UUD 1945. suatulandasaninibergunasebagaitolakdankinerjapendidikandi Indonesia.
Pendidikanbergunasebagaipenciptagenerasimanusiauntukmengembangkankepribadiandankemampuanikutberpartisipasidalampembangunanuntukmencapaikesejahteraanmasyarakatdan Tanah air.
Terkadangamatmiriskitalihatakanmasihbanyakmasyarakat yang masihtertinggaldalamduniapendidikandikarenakansuatutanggunganbiaya, padahalpadapasal 31 ayat 1 dan 2 telahdikemukakanbahwa TIAP WARGA NEGARA BERHAK MENDAPAT PENGAJARAN
F . LANDASAN
SOSIOLOGIK PENDIDIKAN
Hubungantimbal – baliklembagapendidikandanlembagasosial lain dapatdikemukakanhukumrelasisekolahdanmasyarakat yang dikemukakanoleh Wild danLottichpadabukunya The Faundation of modern education antara lain sebagaiberikut :
Hubungantimbal – baliklembagapendidikandanlembagasosial lain dapatdikemukakanhukumrelasisekolahdanmasyarakat yang dikemukakanoleh Wild danLottichpadabukunya The Faundation of modern education antara lain sebagaiberikut :
- perubahanlingkunganfisik,sosial, politik, danekonomimenentukanataumembawaperubahankonsepsimanusiatentangkehidupan
- Perubahankonsepsidantujuanpendidikanmerupakanakibat, yang ditentukanolehsuatuusahaperubahanuntukpenyesuaianterhadapperubahanlingkungandantujuanhidupmanusia ( TIM Dosen IKIP Malang, 1980 : 75 – 76 )
Masyarakatmemilikicirikhusus yang khasbagimasyarakat yang
bersangkutan. Ciritersebuttercerminantara lain dalam :
- Nilai – nilaisosialdankebudayaanmasyarakat yang bersangkutan
- Pandanganhidup
- Pengaruh IPTEK
Pernyataanbeahwasistempendidikannasionalkitabertujuanmembentukmanusiapancasilasecarayuridik
formal dapatdikajiantara lain darirefrensiberikut :
- UUD 1945 Bab XIII Pasal 31 Ayat 1 DAN 2
- Pasal 32
- UUD Pendidikan No. 12 / 1954 pasal 3 dan 4
- Tap MPRS No. XXVII / MPRS 1966 Bab II pasal 3 tentangDasarpendidikan
- Tap MPR No. IV / MPR / 1978
- Tap MPR II / MPR / 1988
Hukumoperasionalsistempendidikannasional :
- UUD / Peraturanpemerintah
- InstruksiPresiden / pidatoPresiden
- Kebijakanmentripendidikandankebudayaan
- GBHN
KebijakanMentripendidikan :
- Pembaharuanpendidikan
- Gerakansistempendidikannasionalberorientasipada GBHN ( SOSPOLTEK )
REFLEKSI :
Hubungantmasyarakatdenganpendidikansangateratdansalingmembutuhkan
Pendidikanbukansuatu yang monotondalampenyampaiannyamelaikanpendidikanharusberkembangdenganperkembanganzaman yang amatcepatini.
Landasanutama yang dapatmempengaruhipendidikansalahsatunyaadalahmasyarakat. Dimanafakoriniamatberperaninterperensif yang amatdalamdalampengembangannya.
Hubungantmasyarakatdenganpendidikansangateratdansalingmembutuhkan
Pendidikanbukansuatu yang monotondalampenyampaiannyamelaikanpendidikanharusberkembangdenganperkembanganzaman yang amatcepatini.
Landasanutama yang dapatmempengaruhipendidikansalahsatunyaadalahmasyarakat. Dimanafakoriniamatberperaninterperensif yang amatdalamdalampengembangannya.
G . KELEMBAGAAN
PENDIDIKAN
Lembagapendidikankeluarga :
Lembagapendidikankeluarga :
- Keluargamerupakanlingkunganpertamabagianak,pertama yang akandidapatkannyaadalahpengaruhsadar.
- Fungsilembagapendidikankeluarga :
- Merupakanpengalanpertamabagianak – anak
- Dapatmenjaminkehidupanemosional
- Terbentukpendidikan moral
- Membangunmakhlukindividu yang kompetitif.
Lembagapendidikanmasyarakat :
- Pendidikanmasyarakatdapatmemberikankemampuan :
- Profesionaluntukmengembangkankarirmelaluikhursuspenyegaran
- Kemampuantekhnisakademikdalamsuatusistempendidikan
- Kemampuanmengembangkankehidupanberagama
- Kemampuanmengembangkankehidupansosialbudaya
- Keahliandankemampuandalamsistemmagang
Lembagapendidikansekolah :
Pendidikansekolahadalahjenispendidikanberjenjang, berstrukturdanberkesinambungan, sampaidenganpendidikantinggi
Dimanaterdapatjenjangpendidikan (tahappendidikan yang berkelanjutan ) antara lain : pendidikandasar, menengahdantinggi
Pendidikansekolahadalahjenispendidikanberjenjang, berstrukturdanberkesinambungan, sampaidenganpendidikantinggi
Dimanaterdapatjenjangpendidikan (tahappendidikan yang berkelanjutan ) antara lain : pendidikandasar, menengahdantinggi
REFLEKSI :
Disinibenaradanyaakanpentingnyapendidikandalam :
Keluarga, dimanalembagakeluargadisiniberperansebagaipenataremosionalbagisiswadanpembelajaranakanmengenalakankehidupan, dansebagaipengenalansecarareligius.
Masyarakat, dimanalembagadalammasyarakatberfungsisebagaisuatu media tambahanpengaruhbagiperkembanganemosionalanak, agama, danpengalamanketerampilandalammagang.
Sekolah, dimanadalamlembagasekolahsebagaiperanpenggantidanpenunjangdarilembagakeluargadanlembagamasyarakat. Lembagasekolahmerupakanlembaga yang berjenjangantara lain : dasar, menengah, danatas.
Disinibenaradanyaakanpentingnyapendidikandalam :
Keluarga, dimanalembagakeluargadisiniberperansebagaipenataremosionalbagisiswadanpembelajaranakanmengenalakankehidupan, dansebagaipengenalansecarareligius.
Masyarakat, dimanalembagadalammasyarakatberfungsisebagaisuatu media tambahanpengaruhbagiperkembanganemosionalanak, agama, danpengalamanketerampilandalammagang.
Sekolah, dimanadalamlembagasekolahsebagaiperanpenggantidanpenunjangdarilembagakeluargadanlembagamasyarakat. Lembagasekolahmerupakanlembaga yang berjenjangantara lain : dasar, menengah, danatas.
D.
Asas-asas
Pendidikan
Sebelum kita membicarakan tentang asas-asas pendidikan yang berlaku di Indonesia, terlebih dahulu kita memiliki kesatuan pendapat tentang arti asas pendidikan. Asas pendidikan memiliki arti hukum atau kaidah yang menjadi acuan kita dalam melaksanakan kegiatan pendidikan.
Dalam masalah ini, berturut-turut akan kita bicarakan dua asas pendidikan yang berlaku di Indonesia: (1) asas Tut Wuri Handayani, dan (2) asas Belajar Sepanjang Hayat.
Asas Tut Wuri Handayani
Asas Tut Wuri Handayani merupakan gagasan yang mula-mula dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara seorang perintis kemerdekaan dan pendidikan nasional. Tut Wuri Handayani mengandung arti pendidik dengan kewibawaan yang dimiliki mengikuti dari belakang dan memberi pengaruh, tidak menarik-narik dari depan, membiarkan anak mencari jalan sendiri, dan bila anak melakukan kesalahan baru pendidik membantunya (Hamzah, 1991:90). Gagasan tersebut dikembangkan Ki Hajar Dewantara pada masa penjajahan dan masa perjuangan kemerdekaan. Dalam era kemerdekaan gagasan tersebut serta merta diterima sebagai salah satu asas pendidikan nasional Indonesia (Jurnal Pendidikan, No. 2:24).
Asas Tut Wuri Handayani memberi kesempatan anak didik untuk melakukan usaha sendiri, dan ada kemungkinan mengalami berbuat kesalahan, tanpa ada tindakan (hukuman) pendidik (Karya Ki Hajar Dewantara, 1962:59). Hal itu tidak menjadikan masalah, karena menurut Ki Hajar Dewantara, setiap kesalahan yang dilakukan anak didik akan membawa pidananya sendiri, kalau tidak ada pendidik sebagai pemimpin yang mendorong datangnya hukuman tersebut. Dengan demikian, setiap kesalahan yang dialami anak tersebut bersifat mendidik. Menurut asas tut wuri handayani (1) pendidikan dilaksanakan tidak menggunakan syarat paksaan, (2) pendidikan adalah penggulowenthah yang mengandung makna: momong, among, ngemong (Karya Ki Hajar Dewantara, hal. 13). Among mengandung arti mengembangkan kodrat alam anak dengan tuntutan agar anak didik dapat mengembangkan hidup batin menjadi subur dan selamat. Momong mempunyai arti mengamat-amati anak agar dapat tumbuh menurut kodratnya. Ngemong berarti kita harus mengikuti apa yang ingin diusahakan anak sendiri dan memberi bantuan pada saat anak membutuhkan, (3) pendidikan menciptakan tertib dan damai (orde en vrede), (4) pendidikan tidak ngujo (memanjakan anak), dan (5) pendidikan menciptakan iklim, tidak terperintah, memerintah diri sendiri dan berdiri di atas kaki sendiri (mandiri dalam diri anak didik.
Asas Belajar Sepanjang Hayat
Pendidikan Indonesia bertujuan meningkatkan kecerdasan, harkat, dan martabat bangsa, mewujudkan manusia Indonesia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkualitas, mandiri hingga mampu membangun diri sendiri dan masyarakat sekelilingnya, memenuhi kebutuhan pembangunan dan bertanggung jawab atas pembangunan bangsa (GBHN, 1993:94). Gambaran tentang manusia Indonesia itu dilandasi pandangan yang menganggap manusia sebagai suatu keseluruhan yang utuh, atau manusia Indonesia seutuhnya, keseluruhan segi-segi kepribadiannya merupakan bagian-bagian yang tak terpisahkan satu dengan yang lain atau merupakan suatu kebulatan. Oleh karena itu, pengembangan segi-segi kepribadian melalui pendidikan dilaksanakan secara selaras, serasi, dan seimbang. Untuk mencapai integritas pribadi yang utuh harus ada keseimbangan dan keterpaduan dalam pengembangannya.
Keseimbangan dan keterpaduan dapat dilihat dari segi: (1) jasmani dan rohani; jasmani meliputi: badan, indera, dan organ tubuh yang lain; sedangkan rohani meliputi: potensi pikiran, perasaan, daya cipta, karya, dan budi nurani, (2) material dan spiritual; material berkaitan dengan kebutuhan sandang, pangan, dan papan yang memadai; sedangkan spiritual berkaitan dengan kebutuhan kesejahteraan dan kebahagiaan yang sedalam-dalamnya dalam kehidupan batiniah, (3) individual dan sosial; manusia mempunyai kebutuhan untuk memenuhi keinginan pribadi dan memenuhi tuntutan masyarakatnya, (4) dunia dan akhirat; manusia selalu mendambakan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat sesuai dengan keyakinan agam masing-masing, dan (5) spesialisasi dan generalisasi; manusia selalu mendambakan untuk memiliki kemampuan-kemampuan yang umumnya dimiliki orang lain, tetapi juga menginginkan kemampuan khusus bagi dirinya sendiri.
Untuk mencapai integritas pribadi yang utuh sebagaimana gambaran manusia Indonesia seutuhnya sesuai dengan nilai-niai Pancasila, Indonesia menganut asas pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan sepanjang hayat memungkinkan tiap warga negara Indonesia: (1) mendapat kesempatan untuk meningkatkan kualitas diri dan kemandirian sepanjang hidupnya, (2) mendapat kesempatan untuk memanfaatkan layanan lembaga-lembaga pendidikan yang ada di masyarakat. Lembaga pendidikan yang ditawarkan dapat bersifat formal, informal, non formal, (3) mendapat kesempatan mengikuti program-program pendidikan sesuai bakat, minat, dan kemampuan dalam rangka pengembasngan pribadi secara utuh menuju profil Manusia Indonesia Seutuhnya (MIS) berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945; dan (4) mendpaat kesempatan mengembangkan diri melalui proses pendidikan jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu sebagaimana tersurat dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989.
PENERAPAN ASAS-ASAS PENDIDIKAN
Sebagaimana telah dibicarakan dalam bahasan terdahulu ada dua asas-asas utama yang menjadi acuan pelaksanaan pendidikan, yakni: (1) Asas Belajar Sepanjang Hayat, dan (2) Asas Tut Wuri Handayani.
Untuk memberi gambaran bagaimana penerapan asas-asas tersebut di atas berturut-turut akan dibicarakan: (1) keadaan yang ditemui sekarang, (2) permasalahan yang ada, dan (3) pengembangan penerapan asas-asas pendidikan.
Keadaan yang Ditemui Sekarang
Dalam kaitan asas belajar sepanjang hayat, dapat dikemukakan beberapa keadaan yang ditemui sekarang: (1) usaha pemerintah memperluas kesempatan belajar telah mengalami peningkatan. Terbukti dengan semakin banyaknya peserta didik dari tahun ke tahun yang dapat ditampung baik dalam lembaga pendidikan formal, non formal, dan informal; berbagai jenis pendidikan; dan berbagai jenjang pendidikan dari TK sampai perguruan tinggi, (2) usaha pemerintah dalam pengadaan dan pembinaan guru dan tenaga kependidikan pada semua jalur, jenis, dan jenjang agar mereka dapat melaksanakan tugsnya secara proporsional. Dan pada gilirannya dapat meningkatkan kualitas hasil pendidikan di seluruh tanah air. Pembinaan guru dan tenaga guru dilaksanakan baik didalam negeri maupun diluar negeri , (3) usaha pembaharuan kurikulum dan pengembangan kurikulum dan isi pendidikan agar mampu memenuhi tantangan pembangunan manusia Indonesia seutuhnya yang berkualitas melalui pendidikan, (4) usaha pengadaan dan pengembangan sarana dan prasarana yang semakin meningkat: ruang belajar, perpustakaan, media pengajaran, bengkel kerja, sarana pelatihan dan ketrampilan, sarana pendidikan jasmani, (5) pengadaan buku ajar yang diperuntukan bagi berbagai program pendidikan masyarakat yang bertujuan untuk: (a) meningkatkan sumber penghasilan keluarga secara layak dan hidup bermasyarakat secara berbudaya melalui berbagai cara belajar, (b) menunjang tercapainya tujuan pendidikan manusia seutuhnya, (7) usaha pengadaan berbagai program pembinaan generasi muda: kepemimpinan dan ketrampilan, kesegaran jasmani dan daya kreasi, sikap patriotisme dan idealisme, kesadaran berbangsa dan bernegara, kepribadian dan budi luhur, (8) usaha pengadaan berbagai program pembinaan keolahragaan dengan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada anggota masyarakat untuk melakukan berbagai macam kegiatanolahraga untuk meningkatkan kesehatan dan kebugaran serta prestasi di bidang olahraga, (9) usaha pengadaan berbagai program peningkatan peran wanita dengan memberikan kesempatan seluas-luasnya dalam upaya mewujudkan keluarga sehat, sejahtera dan bahagia; peningkatan ilmu pngetahuan dan teknologi, ketrampilan serta ketahanan mental.
Sesuai dengan uraian di atas, maka secara singkat pemerintah secara lintas sektoral telah mengupayakan usaha-usaha untuk menjawab tantangan asas pendidikan sepanjang hayat dengan cara pengadaan sarana dan prasarana, kesempatan serta sumber daya manusia yang menunjang.
Dalam kaitan penerapan asas Tut Wuri Handayani, dapat dikemukakan beberapa keadaan yang ditemui sekarang, yakni (1) peserta didik mendapat kebebasan untuk memilih pendidikan dan ketrampilan yang diminatinya di sema jenis, jalur, dan jenjang pendidikan yang disediakan oleh pemerintah sesuai peran dan profesinya dalam masyarakat. Peserta didik bertanggung jawab atas pendidikannya sendiri, (2) peserta didik mendapat kebebasan untuk memilih pendidikan kejuruan yang diminatinya agar dapat mempersiapkan diri untuk memasuki lapangan kerja bidang tertentu yang diinginkannya, (3) peserta didik memiliki kecerdasan yang luar biasa diberikan kesempatan untuk memasuki program pendidikan dan ketrampilan sesuai dengan gaya dan irama belajarnya, (4) peserta didik yang memiliki kelainan atau cacat fisik atau mental memperoleh kesempatan untuk memilih pendidikan dan ketrampilan sesuai dengan cacat yang disandang agar dapat bertumbuh menjadi manusia yang mandiri, (5) peserta didik di daerah terpencil mendapat kesempatan untuk memperoleh pendidikan dan ketrampilan agar dapat berkembang menjadi manusia yang memiliki kemampuan dasar yang memadai sebagai manusia yang mandiri, yang beragam dari potensi dibawah normal sampai jauh diatas normal (Jurnal Pendidikan,1989)
Masalah Peningkatan Mutu Pendidikan
Kebijakan peningkatan mutu pendidikan tidak harus dipertimbangkan dengan kebijaksanaan pemerataan pendidikan. Karena peningkatan kualitas pendidikan harus diimbangi dengan peningkatan kualitas pendidikan. Pendidikan bertujuan membangun sumber daya manusia yang mutunya sejajar dengan mutu sumber daya manusia negara lain.
Pemerintah mengusahakan berbagai cara dalam upaya peningkatan mutu pendidikan, antara lain: (1) Pembinaan guru dan tenaga pendidikan di semua jalur, jenis, dan jenjang pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan, (2) Pengembangan sarana dan prasarana sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi, (3) Pengembangan kurikulum dan isi pendidikan sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi serta pengembangan nilai-nilai budaya bangsa, (4) Pengembangan buku ajar sesuai dengan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perkembangan budaya bangsa.
Sesuai dengan uraian diatas secara singkat dapat dikemukakan: dalam menghadapi masalah peningkatan sumber daya manusia sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pemerintah telah dan sedang mengupayakan peningkatan: mutu guru dan tenaga kependidikan, mutu sarana dan prasarana pendidikan, mutu kurikulum dan isi kurikulum sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perkembangan nilai-nilai budaya bangsa.
Masalah Peningkatan Relevansi Pendidikan
Kebijaksanaan peningkatan relevansi pendidikan mengacu pada keterkaitannya dengan: ke-bhineka tunggal ika-an masyarakat, letak geografi Indonesia yang luas, dan pembangunan manusia Indonesia yang multidimensional.
Pemerintah telah dan sedang mengusahakan peningkatan relevansi penyelenggaraan pendidikan yang efektif dan efisien (1) meningkatkan kemudahan dalam komunikasi informasi antara pusat–daerah, daerah–daerah, agar arus komunikasi informasi pembaharuan pendidikan berjalan lancar, (2) desiminasi–inovasi pendidikan: kelembagaan’ sumber daya manusia, sarana dan prasarana, proses belajar mengajar yang dilaksanakan secara terpadu, dan (3) peningkatan kegiatan penelitian untuk memberi masukan dalam upaya meningkatkan relevansi pendidikan.
Sesuai dengan uraian diatas secara singkat dapat dikemukakan: dalam upaya meningkatkan relevansi pendidikan, pemerintah melakukan berbagai upaya (1) usaha menemukan cara baru dan pemanfaatan teknologi pendidikan untuk memenuhi kebutuhan peserta didik yang beragam, (2) usaha pemanfaatan hasil penelitian pendidikan bagi peningkatan kualitas kegiatan pembelajaran sesuai dengan kebutuhan peserta didik, dan (3) usaha pengadaan ruang belajar, ruang khusus (bengkel kerja, konseling, pertemuan, dan sebagainya) yang menunjang kegiatan pembelajaran.
Bab 6
UNSUR-UNSUR PENDIDIKAN
A. PESERTA DIDIK
1. Pengertian
Anak dan Peserta Didik ( Anak Didik)
Pengertian
tentang anak baik dari segi ilmu pengetahuan maupun agama meliputi :
Ø Anak
ialah individu yang mempunyai potensi fisik dan psikis
Ø Anak
ialah individu yang membutuhkan bantuan
Ø Menurut Aristoteles,anak ialah individu yang berada pada
usia 0 ; 0 - 7 ; 0 ( Agus Sujanto, 1997 )
Ø Anak
diartikan sebagai kabar baik
“ Hai Zakaria, sesungguhnya Kami memberi
kabar gembira kepadamu seorang anak yang namanya Yahya, yang sebelumnya Kami
belum pernah menciptakan orang yang seperti dia “. ( Q.S. Maryam : 7 )
Ø Anak
diartikan sebagai keturunan sekaligus sebagai hiburan
Ø Anak
diartikan sebagai perhiasan hidup di dunia
“ Harta dan
anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia…”
( Q.S. Al Kalfi
: 74 )
Siapakah
peserta didik atau anak didik itu?
Anak
didik adalah anak yang sedang tumbuh dan berkembang, baik dari segi fisik
maupun dari segi mental psikologis dan dalam perkembanganya tersebut dibutuhkan
beberapa pendekatan yang berbeda.
Kewajiban
mendidik anak berlaku kepada siapa saja baik orangtua dalam keluarga, guru
dalam sekolah serta pemimpin umat dan pemimpin organisasi dalam masyarakat.
Sebagaimana firman Allah : “ Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu
dan keluargamu dari api neraka. ( Q.S. Al Tahrim : 6 ).
2. Persamaan dan Perbedaan Individu
Setiap individu pada dasarnya memiliki potensi
untuk segala macam perkembangan. Perbedaan individu yang tampak dalam sikap dan
sifat-sifatnya ialah karena perbedaan kesempatan berkembang yang diberikan
kepadanya untuk memperoleh hasil yang semaksimal mungkin. Oleh karenanya tugas
pendidikan disini ialah supaya setiap individu mempunyai kesempatan yang sama
dalam mengembangkan potensinya. Selain itu melalui pengalaman, latihan dan
pengaruh luar lainnya dapat mrnimbulkan perbedaan dalam proses perkembangan
setiap anak.
Garry ( 1963 ) dan Sunarto ( 1995 ) mengkategorikan perbedaan
individu ke dalam berbagai bidang yaitu :
a.
Perbedaan
fisik meliputi : usia, tinggi dan
berat badan, jenis kelamin, pendengaran, penglihatan, kemampuan bertindak dan
sebagainya.
b.
Perbedaan
sosial meliputi : status ekonomi, agama,
hubungan keluarga, suku dan sebagainya.
c.
Perbedaan kepribadian meliputi : watak, moral, minat
dan bakat.
d.
Perbedaan kecakapan atau kepandaian di sekolah
3. Peserta Didik
dan Permasalahannya
Permasalahan anak didik dapat di lihat dari :
a.
Sifat
Kepribadian dan Kemampuan Anak Didik :
sifat kepribadian seseorang di tandai dan di pengaruhi oleh potensi dari dalam
diri sebagai warisan yang di terima dari kedua orangtua dan pengaruh lingkungan
dimana dia tumbuh dan berkembang.
b.
Bentuk
Kegiatan : bentuk kegiatan yang
dilakukan pada umumnya menentukan kesukaan dan tingkat partisipasi yang
diharapkan
c.
Situasi
Lingkungan : situasi lingkungan yang
kurang baik mempengaruhi peran serta untuk bersikap aktif dalam melakukan kewajibannya.
d.
Pengalaman
Anak Didik : pengalaman anak didik
adalah fenomena yang sangat menentukan partisipasinya. Anak didik yang sudah
berpengalaman akan lebih mudah memecahkan suatu permasalahan. Pengalaman
tersebut merupakan modal yang paling baik untuk melatih anak berfikir kritis.
B. Pendidik
1. Pengertian Pendidik
Pendidik
dalam arti sederhana adalah semua orang yang dapat membantu perkembangan kepribadian
seseorang dan mengarahkannya pada tujuan pendidikan. Pendidik adalah anggota
masyarakat yang bertugas membimbing, mengajar dan atau melatih peserta didik
(UU RI No. 2 Th.1989 Sisdiknas).
2. Kepribadian Guru
Menekuni bidang profesi guru berarti seseorang harus
menyadari bahwa tugas utamanya disamping mengajar juga mendidik. Seorang guru
harus terlebih dahulu memiliki kepribadian yang utuh, harmonis, dan dinamis.
Ciri-ciri
yang seharusnya dimiliki oleh seorang pendidik ialah:
a.
Taqwa
kepada Allah
b.
Memiliki
sifat-sifat kepemimpinan yang baik
c.
Memiliki
kemampuan dan ketrampilan teknik
d.
Mampu
memelihara dan mengembangkan Kode Etik Guru
e.
Melaksanakan
tugas secara ikhlas
3. Tugas Pendidik
Menurut
Muri Yusuf (1996) guru sebagai pendidik memiliki tugas antara lain sbb:
a.
Mendorong
dinamika dalam pergaulan ke arah yang lebih positif dan terpadu.
b.
Mengorganisir
pergaulan dengan baik sehingga berubah menjadi satu situasi dan tata hubungan
antar individu yang memungkinkan komunikasi timbal-balik antara pendidik (guru)
dengan anak didik.
c.
Mengenal
anak didik secara lebih baik, dengan menemukan pembawaan dan kemampuan yang ada
pada dirinya.
d.
Mengadakan
evaluasi secara berkesinambungan terhadap perkembangan anak didik.
e.
Membatasi
perkembangan buruk pada diri anak dan menyalurkan ke arah yang positif.
f.
Membantu
anak didik dalam situasi pergaulan yang bersifat mendidik untuk mengembangkan
segala potensi yang ada dalam dirinya.
g.
Mengajak
anak bertanggung jawab dan menyuruhnya berperan aktif dalam situasi pergaulan
yang bersifat mendidik.
4. Arti dan Fungsi
Guru Muhammadiyah
Guru Muhammadiyah adalah seorang guru yang mengajar di
sekolah-sekolah Muhammadiyah, maupun yang diangkat langsung oleh Persyarikatan
Muhammadiyah.
Fungsi guru Muhammadiyah antara lain:
a.
Guru
Muhammadiyah pengemban amanat khalifah.
b.
Guru
Muhammadiyah pengemban amanat risalah islamiyah.
c.
Guru
Muhammadiyah sebagai pembina akhlaq.
5. Sikap mental
guru Muhammadiyah
Seorang guru Muhammadiyah harus memiliki sikap mental:
a.
Siap
menjalankan perintah Allah
b.
Mempunyai
jiwa pengabdian
c.
Ikhlas
dalam beramal
d.
Memusatkan
segala sesuatunya hanya kepada Allah
e.
Melaksanakan
shalat
f.
Mempunyai
keyakinan akan kebenaran agama Islam
C. Interaktif Edukatif
1. Pengertian
Interaktif edukatif yakni hubungan timbal balik antara
pendidik dengan anak ke arah pencapaian tujuan pendidikan. Dari batasan
tersebut menunjukkan bahwa bukanlah bentuk interaksi yang mendasari suatu
interaksi educatif, tetapi tujuan interaksi yang menjadi ciri utamanya.
2. Interaktif
Edukatif sebagai Suatu Proses
Pendidikan
dapat dirumuskan dari sudut normatif dan proses teknik.
Dari sudut
normatif, pendidikan pada hakekatnya merupakan suatu peristiwa yang mempunyai
aspek normatif. Artinya, bahwa dalam peristiwa pendidikan, pendidik dan peserta
didik berpegang pada ukuran, norma atau nilai yang diyakini sebagai sesuatu
yang baik.
Dari
proses teknik, pendidikan terutama dilihat dari peristiwa kejadian. Sebagai
sebuah kegiatan praktis yang berlangsung dalam satu masa, dan terikat dalam
satu situasi, serta terarah pada satu tujuan.
Dalam
setiap proses interaktif edukatif paling sedikit harus ada tujuan, bahan, peserta
didik, guru, metode, situasi yang kondusif.
D. Alat Pendidikan
1. Pengertian
Dalam
memberikan penegertian tentang alat pendidikan sering dikacaukan dengan faktor
pendidikan yang berlangsung dalam pergaulan, tetapi pergaulan bukanlah alat
pendidikan, akan tetapi setiap saat pergaulan merupakan lapangan yang tersedia
untuk pendidikan.
Menurut
Umar Tirtorahardjo (1994:56), alat-alat pendidikan dapat diklasifikasikan
menjadi:
a.
Alat
pendidikan preventif.
-
Preventif
, apabila dimaksudkan untuk mencegah anak sebelum ia berbuat sesuatu yang tidak
baik.
b.
Alat
pendidikan kuratif
-
Kuratif,
jika dimaksudkan untuk memperbaiki karena anak didik telah melakukan
pelanggaran sesuatu atau telah berbuat sesuatu yang buruk
2. Klasifikasi Alat Pendidikan
Sebelum menentukan pilihan mana alat pendidikan yang akan
dipakai, ada beberapa hal yang harus diperhatikan antara lain:
a.
Tujuan
apa yang hendak dicapai
b.
Siapa
yang akan menggunakan alat tersebut
c.
Kepada
siapa alat tersebut akan dikenakan
d.
Alat
mana yang tepat dipergunakan
e.
Jenis
kelamin anak didik
f.
Usia
anak didik
E. Aspek Tujuan
Tujuan pendidikan merupakan salah satu
komponen utama pada sistem pendidikan. Dengan itu, diharapkan proses pendidikan
dapat mencapai hasil secara efektif dan efisien. Apabila tidak digariskan
secara tegas, maka pendidikan akan mengalami ketidakpastian dalam prosesnya,
sehingga manusia sebagai out-put
pendidikan tidak memiliki patokan atau pedoman hidup luhur yang sesuai dengan
hakekatnya sebagai manusia.
1. Manfaat
Tujuan Pendidikan
a.
Dengan
adanya tujuan, arah yang akan dicapai oleh serangkaian kegiatan pendidikan
menjadi jelas.
b.
Dengan
adanya tujuan pendidikan yang jelas, akan didapatkan titik tolak untuk
berkomunikasi dengan semua pihak yang berkepentingan.
c.
Dengan
tujuan pendidikan yang jelas, merupakan kerangka dan digunakan dalam rencana
kegiatan akademik.
2. Tujuan,
Filsafat dan Pendidikan
Pendidikan selalu memiliki watak yang dicerminkan oleh
keadaan dan sifat masyarakat. Karena sifat masyarakat berbeda-beda, maka dengan
sendirinya akan berbeda pula tujuan pendidikannya.
Filsafat dan pendidikan merupakan suatu hal yang tidak
dapat dipisahkan, karena filsafat merupakan segi pemikirannya dan pendidikan
segi aktif dinamisnya.
Filsafat mencakup nilai-nilai yang dijunjung tinggi yang
dijadikan pedoman dalam setiap kegiatan pendidikan.
F. Lingkungan Pendidikan
Lingkungan
merupakan salah satu unsur dalam pendidikan. Pendidikan merupakan suatu proses
yang berlanjut terus-menerus. Sebagai suatu proses, pendidikan akan berlangsung
dalam berbagai situasi dan lingkungan, dimana lingkungan pendidikan dapat
diklasifikasikan menjadi:
1.
Lingkungan
Keluarga
2.
Lingkungan
Sekolah
3.
Lingkungan
Masyarakat
1. Lingkungan
Keluarga
Setiap anak manusia yang dilahirkan di dunia dalam
kondisi lemah. Di balik keadaan yang lemah itu ia memiliki potensi, baik yang
bersifat jasmaniah maupun rohaniah.
Keluarga
adalah merupakan lingkungan pertama bagi anak, di lingkungan keluargalah
pertama-tama anak mendapatkan pengaruh sadar yang merupakan lembaga pendidikan
tertua, yang bersifat informal dan kodrati.
Keluarga
sebagai lingkungan pendidikan yang pertama sangat penting dalam membentuk pola
kepribadian anak. Karena di dalam keluarga, anak pertama kali berkenalan dengan
nilai dan moral. Dengan demikian pendidikan anak menjadi tanggung jawab orang
tua. Sebagaimana firman Allah di dalam Q.S. Al-Tahrim: 6 dinyatakan, ”Wahai orang-orang yanistematg beriman,
peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.”
Fungsi keluarga
sebagai lembaga pendidikan:
a.
Pengalaman
pertama masa kanak-kanak
b.
Menjamin
kehidupan anak
c.
Menanamkan
dasar pendidikan moral
d.
Membentuk
dasar pendidikan sosial
e.
Dasar
pendidikan agama
2. Lingkungan
Sekolah
Sekolah sebagai lembaga pendidikan resmi, dalam
menyelenggarakan kegiatan pendidikan secara berencana, sengaja, terarah,
sistematis, oleh para pendidik profesional dengan program yang dituangkan ke
dalam kurikulum untuk jangka waktu tertentu. Sekolah melakukan pembinaan
pendidikan untuk anak didasarkan atas kepercayaan dan tuntutan lingkungan
keluarga dan masyarakat. Namun tanggung jawab utama pendidikan tetap berada di
tangan kedua orang tua anak yang bersangkutan.
Peranan dan fungsi sekolah
sebagai lembaga pendidikan
a.
Membantu
keluarga dalam pendidikan anak-anaknya di sekolah.
b.
Memberikan
pengetahuan, ketrampilan, nilai dan sikap secara lengkap sesuai yang dibutuhkan
oleh anak-anak dan keluarga yang berbeda.
3. Lingkungan
Masyarakat
Masyarakat sebagai lembaga pendidikan yang ketiga setelah
lembaga pendidikan formal (sekolah), akan memberikan sumbangan yang sangat
berarti dalam proses pembentukan kepribadian anak.
Dalam
lingkungan ini akan dapat dikembangkan bermacam-macam aktivitas yang bersifat
pendidikan oleh bermacam-macam instansi. Dengan demikian masyarakat sebagai
lembaga pendidikan berfungsi sebagai pelengkap, pengganti, dan tambahan ( Muri
Yusuf , 1996 ).
Kegiatan
pendidikan yang berfungsi sebagai pelengkap perkembangna kepribadian individu
dimaksud sebagai suatu kegiatan pendidikan yang berorientasi melengkapi
kemampuan, ketrampilan kognitif maupun performans seseorang, sebagai akibat
belum mantapnya apa yang telah mereka terima pada sekolah atau dalam keluarga.
Kegiatan ini meliputi antara lain:
a.
Perkembangan
rasa sosial dalam komunikasi dengan orang lain.
b.
Pembinaan
sikap dan kerjasama dengan anggota masyarakat.
c.
Pembinaan
ketrampilan dan kecakapan khusus ysng belum didapat dari sekolah.
Lingkungan pendidikan masyarakat yang berfungsi sebagai
pengganti, dimaksudkan lingkungan pendidikan tersebut mengadakan pendidikan
yang berfungsi sama dengan lembaga pendidikan formal di sekolah. Hal ini
dilaksanakan karena adanya keterbatasan kemampuan lingkungan sekolah, sehingga
tidak mampu melayani semua lapisan dan semua anggota masyarakat yang ada.
Lingkungan pendidikan masyarakat yang berfungsi sebagai
tambahan, dimaksudkan bahwa lingkungan pendidikan tersebut memberi bantuan
kepada peserta didik untuk memperoleh pengetahuan dan ketrampilan yang lebih
mendalam, yang sebelumnya pengetahuan dan ketrampilan tersebut diperolrh
peserta didik kurang begitu mendalam karena terbatas jumlah jam pelajaran di
sekolah.
G. Waktu Pelaksanaan Pendidikan
Proses pembelajaran dilaksanakan mulai dari tahap
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran pada semua mata pelajaran.
Strategi pembelajaran antara lain:
1. Perencanaan
Pembelajaran
Perencanaan
pembelajaran dapat mengembangkan karakter. Selain itu dengan adanya rencana
pembelajaran dapat mengatur waktu dengan efisien dan semua kegiatan dapat
terlaksana sesuai dengan rencana sehingga dapat memperoleh hasil yang maksimal.
2. Pelaksanaan
Pembelajaran
Kegiatan
pembelajaran dari tahapan kegiatan pendahuluan, inti, dan penutup, dipilih dan
dilaksanakan agar peserta didik mempraktikkan nilai-nilai karakter yang
ditargetkan. Selain itu, perilaku guru sepanjang proses pembelajaran harus
merupakan model pelaksanaan nilai-nilai bagi peserta didik.
3. Evaluasi
Pencapaian Belajar
Teknik dan
instrumen penilaian yang dipilih dan dilaksanakan tidak hanya mengukur
pencapaian akademik atau kognitif siswa, tetapi juga mengukur perkembangan
kepribadian siswa. Bahkan perlu diupayakan bahwa teknik penilaian yang
diaplikasikan mengembangkan kepribadian siswa.
Teknik-teknik
penilaian dapat digunakan untuk menilai pencapaian peserta didik baik dalam hal
pencapaian akademik maupun kepribadian. Teknik tersebut terutama observasi
(dengan lembar observasi atau lembar pengamat), penilaian diri dan penilaian
antar teman.
4. Tindak
Lanjut Pembelajaran
Tugas-tugas
penguatan diberikan untuk memfasilitasi peserta didik belajar lebih lanjut
tentang kompetensi yang sudah dipelajari dan internalisasi nilai lebih lanjut.
Tugas-tugas tersebut antara lain dapat berapa PR yang dikerjakan secara
individu atau kelompok baik yang dapat diselesaikan dalam jangka waktu yang
singkat ataupun panjang yang berapa proyek. Tugas-tugas tersebut selain dapat meningkatkan
penguasaan yang ditargetkan, juga menanamkan nilai-nilai.
Kesimpulan
: Setiap
individu pada dasarnya memiliki potensi untuk segala macam perkembangan.
Perbedaan individu yang tampak dalam sikap dan sifat-sifatnya ialah karena
perbedaan kesempatan berkembang yang diberikan kepadanya untuk memperoleh hasil
yang semaksimal mungkin. Oleh karenanya tugas pendidikan disini ialah supaya
setiap individu mempunyai kesempatan yang sama dalam mengembangkan potensinya.
Selain itu melalui pengalaman, latihan dan pengaruh luar lainnya dapat
mrnimbulkan perbedaan dalam proses perkembangan setiap anak.
Pendidik
dalam arti sederhana adalah semua orang yang dapat membantu
perkembangan kepribadian seseorang dan
mengarahkannya pada tujuan pendidikan. Pendidik adalah anggota masyarakat yang
bertugas membimbing, mengajar dan atau melatih peserta didik (UU RI No. 2 Th.1989 Sisdiknas).
Guru
Muhammadiyah adalah seorang guru yang mengajar di sekolah-sekolah Muhammadiyah,
maupun yang diangkat langsung oleh Persyarikatan Muhammadiyah.
Interaktif
edukatif yakni hubungan timbal balik antara pendidik dengan anak ke arah
pencapaian tujuan pendidikan. Dalam setiap proses interaktif edukatif paling sedikit
harus ada tujuan, bahan, peserta didik, guru, metode, situasi yang kondusif.
Menurut Umar Tirtorahardjo (1994:56), alat-alat
pendidikan dapat diklasifikasikan menjadi:
a.
Alat
pendidikan preventif.
-
Preventif
, apabila dimaksudkan untuk mencegah anak sebelum ia berbuat sesuatu yang tidak
baik.
b.
Alat
pendidikan kuratif
-
Kuratif,
jika dimaksudkan untuk memperbaiki karena anak didik telah melakukan
pelanggaran sesuatu atau telah berbuat sesuatu yang buruk
Lingkungan
merupakan salah satu unsur dalam pendidikan, dimana lingkungan pendidikan dapat diklasifikasikan
menjadi:
1.
Lingkungan
Keluarga
Keluarga
adalah merupakan lingkungan pertama bagi anak, di lingkungan keluargalah
pertama-tama anak mendapatkan pengaruh sadar yang merupakan lembaga pendidikan
tertua, yang bersifat informal dan kodrati.
2.
Lingkungan
Sekolah
Sekolah
sebagai lembaga pendidikan resmi, dalam menyelenggarakan kegiatan pendidikan
secara berencana, sengaja, terarah, sistematis, oleh para pendidik profesional
dengan program yang dituangkan ke dalam kurikulum untuk jangka waktu tertentu.
3.
Lingkungan
Masyarakat
Masyarakat sebagai lembaga pendidikan yang ketiga setelah
lembaga pendidikan formal (sekolah), akan memberikan sumbangan yang sangat
berarti dalam proses pembentukan kepribadian anak.
Proses pembelajaran dilaksanakan mulai dari tahap
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran pada semua mata pelajaran.
Strategi pembelajaran antara lain:
a. Perencanaan pembelajaran
b. Pelaksanaan
pembelajaran
c. Evaluasi
hasil
d. Tindak
lanjut pembelajaran
Bab 7
PENDIDIKAN
SEBAGAI SISTEM
A. Pengertian
dan Ciri-ciri Sistem
Sistem secara umum adalah kesatuan komponen yang saling
berkaitan menjalankan tugasnya masing-masing untuk mencapai tujuan. Tentang
definisi sistem,
banyak dikemukakan oleh para tokoh dengan sudut pandangnya masing-masing.
Sistem merupakan istilah yang memiliki makna sangat luas dan dapat digunakan
sebagai sebutan yang melekat pada sesuatu. Suatu perkumpulan atau organisasi
adalah sistem, yang kemudian orang menyebutnya dengan istilah sistem
organisasi.
1.
Bela
H. Banathy
System adalah satuan/ kaitan objek-objek yang
disatukan oleh suatu bentuk interaksi atau saling ketergantungan.
2.
Suhardjo
(1985)
System adalah kesatuan fungsional daripada unsur-unsur
(aspek-aspek) yang ada untuk mencapai tujuan.
Dari
kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan sistem adalah suatu kesatuan yang
disatukan oleh suatu bentuk interaksi atau saing ketergantungan dan untuk
mencapai tujuan.
Ø
Ciri-ciri
Sistem
Yang
oleh Mudhofir (1986) dikatakan bahwa persamaan dari setiap sistem terletak pada
ciri-ciri sistem, yang dapat dirinci, sebagai berikut:
1. Tujuan
Merupakan sesuatu yang akan dicapai oleh sebuah
system.
Misalnya : sepeda motor merupakan sistem bertujuan untuk mempermudah
transportasi. Manusia sebagai sistem, tujuannya untuk kebahagiaan dunia dan
akhirat. Pendidikan sebagai sistem, tujuannya untuk memberikan layanan bagi
yang memerlukan. Pengajaran sebagai sistem, agar siswa belajar untuk dapat
menampilkan perilaku tertentu.
2. Fungsi
Merupakan suatu aktifitas/ fungsi system untuk dapat
mencapai tujuan system itu sendiri. Misalnya : manusia
sebagai suatu sistem, agar dapat mencapai tujuan hidupnya, dituntut adanya
fungsi-fungsi, diantaranya fungsi penafasan, fungsi pencernaan makanan, fungsi
penglihatan, dan sebagainya, yang kesemuaannya fungsi tersebut saling berkaitan
dan saling mendukung.
3. Komponen
Merupakan bagian
yang ada dalam suatu system, yang melakukan atau memainkan fungsi tertentu
dalam rangka mencapai tujuan system. Masing-masing komponen atau unsure system
harus melakukan fungsinya sendiri-sendiri, tetapi ia juga harus saling
berhubungan (berinteraksi) dan saling memiliki ketergantungan (interdependensi)
dengan komponen lainnya.
Dalam suatu
system, ada komponen system integral dan ada komponen system tidak integral.
Komponen system integral mempunyai keteraitan fungsi secara langsung dan atau
merupakan bagian tak terpisahkan dari sub-subsistem yang ada, sehingga bila
komponen system ini tidak berfungsi maka akan sangat mengganggu pencapaian
tujuan system. Sedang komponen system tidak integral adalah komponen system
yang mempunyai arti bagi subsistem lain tetapi bukan merupakan bagian integral
dari subsistem lain tersebut, sehingga apabila komponen ini terpaksa tidak ada
maka tidak akan mengganggu tujuan pencapaian system.
4. Interaksi
atau Saling Hubungan
Seperti yang telah dikemukakan di muka bahwa suatu
system itu terdiri dari beberapa komponen dan secara fungsional komponen
tersebut tidak berdiri sendiri-sendiri tapi saling mempunyai keterkaitan bahkan
dapat dikatakan saling memiliki ketergantungan.
5. Penggabungan
yang Menimbulkan Jalinan Keterpaduan
Keterpaduan komponen system akan memperkuat kerja dan
fungsi system karena masing-masing komponen merupakan jalinan yang saling
menunjang.
6. Proses
Transformasi
Merupakan suatu aktivitas untuk mengubah masukan/
bahan mentah menjadi suatu produk atau bahan jadi.
Produk atau bahan jadi ini akan tersalurkan menjadi masukan sistem lain, sistem
lain ini juga akan dilakukan proses transformasi, demikian seterusnya.
Berbicara tentang proses transformasi, harus diingat pula bahwa setiap sistem
terdiri dari sub-subsistem dan setiap subsistem juga merupakan sistem
tersendiri, yang juga melakukan aktivitas transformasi.
7. Umpan
Balik
Merupakan aktivitas pemantauan atau control terhadap
efektivitas dan efisiensi kerja system.
8. Daerah
Batasan dan Lingkungan
Suatu system akan berinteraksi atau berhadapan dengan
system lain, atau lingkungan system yang berada di luar system. Karena
lingkungan yang berada diluar sistem itu juga merupakan sistem tersendiri,
perlu ada ketegasan batasan tentang sistem tertentu. Misalnya, manusia sebagai
suatu sistem, akan mempunyai batasan yang berbeda dengan binatang yang berbagai
sistem, kegiatan pendidikan sebagai suatu sistem akan berbeda dengan kegiatan
ekonomi sebagai suatu sistem.
B. Pendidikan
Sebagai Suatu Sistem
Ø Raw Input. Merupakan bahan mentah yang akan diproses dalam
suatu unit usaha atau organisasi. Dalam konteks pendidikan, yang dimaksud raw
input adalah calon siswa.
Ø Instrumental Input. Merupakan unsure pendukung yang mempengaruhi
aktivitas organisasi atau unit usaha dan dapat dirancang atau dipersiapkan oleh
unit usaha atau oleh organisasi yang bersangkutan. Dalam konteks pendidikan,
yang dimaksud instrumental input adalah SDM (guru dan non guru), system
administrasi sekolah, kurikulum, anggaran pendidikan, sarana dan prasarana.
Ø Environmental Input. Merupakan factor lingkungan yang mempengaruhi
aktivitas suatu organisasi atau unit usaha, tetapi tidak dapat dirancang atau
dipersiapkan oleh unit usaha atau organisasi yang bersangkutan. Dalam konteks
pendidikan, yang dimaksud environmental input adalah pengaruh TV,
ekonomi, politik, social budaya, dll.
C.
Sistem
Pendidikan dan Subsistem Pendidikan dalam Supra Sistem
Pendiddikan sebagai suatu sistem merupakan subsistem
(bagian) dari supra sistem, di samping mempunyai sub-sistem pendidikan.
Sebagaimana telah kita ketahui bahwa dalam supra sistem (masyarakat) itu
terdapat beberapa sistem, misalnya sistem ekonomi, sistem politik, sistem
pendidikan, sistem keamanan, dll. Masing-masing sistem dalam supra sistem
tersebut terdiri dari sub-subsistem, begitu pula sistem pendidikan yang
didalamnya juga terdapat sub-subsistem.
Bab 8
SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
A.
PENGERTIAN
Sehubungan
dengan persoalan yang dibahas dalam tulisan ini mengenai prinsip-prinsip yang
bersifat filosofis tentang sistem pendidikan nasional. Maka, patut dijelaskan
pengertian sistem pendidikan nasional secara filosofis untuk mengungkap
formulasi bahasan tulisan ini, sehingga bahasan terfokus pada persoalan yang
mendasar dan patut dibahas.
Penjelasan
pertama yakni mengenai sistem, sistem adalah perangkat unsur yang secara
teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas. Jusuf Amir Faesal
mengungkapkan sistem adalah suatu himpunan gagasan atau prinsip-prinsip yang
saling bertautan, yang tergabung menjadi suatu keseluruhan. Jadi, sederhananya
sistem adalah satu kesatuan yang utuh dan menyeluruh yang saling bertautan dan
berhubungan yang memuat suatu himpunan gagasan atau prinsip-prinsip yang saling
bertautan.
Penjelasan
kedua yakni mengenai filsafat, menurut Imam Barnadib filsafat diartikan ilmu
yang berusaha untuk memahami semua hal yang timbul di dalam keseluruhan lingkup
pengalaman manusia. Namun, menurut Junjun S. Suriasumantri filsafat berarti
mengoreksi diri, semacam keberanian untuk berterus terang, seberapa jauh
sebenarnya kebenaran yang dicari telah kita jangkau. Ringkasnya, menurutnya
filsafat adalah segala sesuatu yang mungkin dapat dipikirkan.
Disamping
itu, secara umum Jusuf Amir Faesal mengungkap bahwa sistem pendidikan nasional
yakni suatu usaha keseluruhan yang terpadu dari semua satuan dan kegiatan
pendidikan yang berkaitan satu dengan lainnya untuk mengusahakan tercapainya
tujuan pendidikan nasional. Atau ringkasnya, sistem pendidikan nasional adalah
satu pranata dari sejumlah pranata yang berada dalam sistem pendidikan
nasional.
Dari
berbagai pengertian diatas, kesimpulan sederhana mengenai sistem pendidikan
nasional secara filosofis adalah satu kesatuan yang utuh dan menyeluruh yang
saling bertautan dan berhubungan dalam sistem pendidikan nasional untuk
mencapai tujuan pendidikan nasional secara umum. Jika tinjauannya filosofis
maka tentu akan berhubungan dengan metode filsafat seperti konteks
epistimologi, ontologi dan aksiologi.
Keterkaitan
sistem dengan filosofis dalam hal pendidikan nasional sangat penting, maka
filosofi sistem pendidikan nasional dipelajari secara menyeluruh, satu kesatuan
yang utuh, guna memperoleh pandangan mengenai problem-problem utama dan
lapangan penyelidikannya yang saling berhubungan dengan mekanisme pendidikan
secara umum.
Namun,
karena mekanisme pendidikan bersifat pengalaman dan aksi-lapangan yang
berproses. Karenanya, dalam konsepsi sistem pendidikan nasional juga bersifat
filosofis dalam satu kesatuannya. Dan juga karena filsafat merupakan produk
berpikir, maka filsafat senantiasa mengalami perubahan. Karenanya, proses
filosofi berangkat dari ontologi dan epistimologi. Sementara itu, proses
pendidikan bersifat kegiatan dan juga sebagai ilmu, maka penulis menguak
persoalan sistem pendidikan nasional sebagai ilmu melalui pendekatan keilmuan
dengan menggunakan metode ontologi, yakni mengungkap prinsip-prinsip
filosofis sistem.
Disamping
itu, fenomena pendidikan nasional mengajak kita juga berbicara mengenai sistem
pendidikan nasional dalam kerangka filsafat pendidikan spekulatif.
Kerangka ini dibutuhkan mengingat problematika pendidikan nasional kita yang
lahir dari ‘rahim sejarah’ yang unik. Spekulatif dibutuhkan untuk mempertegas
bahwa ‘tak ada satu pun di dunia ini yang mustahil’, ‘sulit bukan berarti tidak
mungkin’, atau ‘no mission imposible’ dan seterusnya.
Arahan
spekulatif itu adalah berkisar pada terumusnya tujuan pendidikan Islami dalam
kerangka pendidikan nasional. Dan menawarkan prinsip-prinsip filosofis ke dalam
sistem pendidikan nasional secara umum. Adapun prinsip-prinsip filosofis yang
patut menjadi perhatian dalam sistem pendidikan nasional yang islami adalah Prinsip
Keseimbangan Tujuan-hidup(Filosofis Sistem Pendidikan Nasional), Prinsip
Integralitas-ilmu, Prinsip Kurikulum Sintesis, Prinsip Metode Sintesis-Kreatif,
Prinsip Alat Bantu-inovatif, Prinsip Evaluasi-Proyektif, dan Prinsip
Open-Management.
B.
UNDANG-UNDANG SISDIKNAS
1.
PENDAHULUAN
Setidaknya ada dua Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional yang pernah
dimiliki Indonesia yaitu Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 2 tahun
1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang selanjutnya lebih di kenal dengan
nama UUSPN. Dan yang kedua Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sisten
Pendidikan Nasional yang selanjutnya lebih dikenal dengan nama UU SISDIKNAS,
sebelum adanya kedua Undang-undang yang mengatur tentang system pendidikan
nasional, Indonesia hanya memiliki Undang-undang tentang pokok-pokok pengajaran
dan pendidikan yaitu Undang-undang Nomor 4 tahun 1950.
Adanya perubahan UUSPN No.2 tahun 1989 menjadai UU SISDIKNAS No. 20 tahun
2003 dimaksudkan agar system pendidikan nasional kita bisa menjadi jauh lebih
baik dibanding dengan system pendidikan sebelumnya. Hal ini seperti yang
dikemukan oleh seorang pengamat hukum dan pendidikan, Frans Hendrawinata[ii]
beliau mengatakan bahwa dengan adanya undang-undang sistem pendidikan nasional
yang baru, maka diharapkan undang-undang tersebut dapat menjadi pedoman bagi
kita untuk memiliki suatu sistem pendidikan nasional yang mantap, yang dapat
menjamin terpenuhi kebutuhan masyarakat akan sumber daya manusia yang
berkualitas.
Apalagi mengingat semakin dekatnya era keterbukaan pasar. Hal tersebut
sesungguhnya harus menjadi kekhawatiran bagi kita semua mengingat kualitas
sumber daya manusia di Indonesia berada di bawah negara-negara lain termasuk
negara-negara tetangga di Asean. Oleh sebab itulah diperlukan suatu platform
berupa sistem pendidikan nasional yang dapat menciptakan sumber daya manusia
yang mampu bersaing dengan dunia internasional khususnya dalam era keterbukaan
pasar saat ini.
2.
ANALISIS
Saat kedua undang-undang tersebut baik UUSPN No 2 tahun 1989 maupun UU
SISDIKNAS Nomor 20 tahun 2003 masih berupa Rencana undang-undang terjadi
berbagai kontroversi, misalnya saat UUSPN nomor 2 tahun 1989 akan diundangkan
banyak sekali protes dari kalangan muslim yang menghendaki adanya
perubahan-perubahan pada pasal tertentu yang dipandang tidak mencerminkan
pendidikan yang mengarah pada pembentukan Ahlaq dan budi pekerti bahkan
tokoh-tokoh Islam Bogor seperti K.H. Sholeh Iskandar dan KH. TB Hasan Basri
menyebut RUU tersebut sebagai RUU yang tidak bermoral.
Mengapa demikian karena pada UU tersebut tidak terdapat pasal khusus yang
mengatur pendidikan agama. Pengaturan itu ada pada penjelasan Pasal 28 Ayat 2
yang menyatakan, “Tenaga pengajar pendidikan agama harus beragama sesuai dengan
agama yang diajarkan dan agama peserta didik yang bersangkutan”. Padahal dalam
UU sebelumnya yaitu Dalam pasal 20 UU No 4/1950 dinyatakan, 1) Dalam
sekolah-sekolah negeri diadakan pelajaran agama; orang tua murid menetapkan
apakah anaknya akan mengikuti pelajaran tersebut; 2) Cara menyelenggarakan
pengajaran agama di sekolah-sekolah negeri diatur dalam peraturan yang
ditetapkan oleh Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan, bersama-sama
dengan Menteri Agama
Di sisi lain RUU SPN No. 2 tahun 1989 justru memberikan warna baru untuk
lembaga pendidikan Islam dimana dengan diberlakukannya UUSPN No 2 tahun 1989
madrasah-madrash mendapat perlakuan yang sama dengan sekolah umum lainnya karena
dalam UUSPN tersebut madrasah dianggap sebagai sekolah umum yang berciri khas
Islam dan kurikulum madrasah sama persis dengan sekolah umum plus pelajaran
agama Islam sebanyak tujuh mata pelajaran. Secara operasional, integrasi
madrasah ke dalam sistem pendidikan nasional ini dikuatkan dengan PP No. 28
tahun 1990 dan SK MenDepartemen Pendidikan Nasional No. 0487/U/ 1992 dan No.
054/U/ 1993 yang antara lain menetapkan bahwa MI/MTs wajib memberikan bahan
kajian sekurang kurangnya sama dengan “SD/SMP”.
Surat-surat Keputusan ini ditindak lanjuti dengan SK Menteri Agama No.
368 dan 369 tahun 1993 tentang penyelenggaraan MI dan MTs. Sementara tentang
Madrasah Aliyah (MA) diperkuat dengan PP Nomor 29 tahun 1990, SK MenDepartemen
Pendidikan Nasional Nomor 0489/U/ 1992 (MA sebagai SMA berciri khas agama
Islam) dan SK Menag Nomor 370 tahun 1993. Pengakuan ini mengakibatkan tidak ada
perbedaan lagi antara MI/MTs/MA dan SD/SMP/SMA selain ciri khas agama
Islamnya)[iii]
Sementara saat akan diundangkannya RUU SISDIKNAS No. 20 Tahun 2003
terjadi juga kontroversi dimana RUU ini dianggap oleh Kelompok tertentu
sebagai RUU yang sangat tidak pluralis. Yang dianggap paling
kontroversial adalah Pasal 13 ayat 1a yang berbunyi: “Setiap peserta didik
berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianut dan
diajarkan oleh pendidik yang seagama”.
Selain itu ada juga yang berpendapat bahwa visi dan misi pendidikan
nasional sangat terfokus pada nilai-nilai keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak dan berbudi mulia. Konsep itu mengesampingkan tugas
mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuan pendidikan nasional dipersempit secara
substansial. Padahal tugas untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan adalah
tugas lembaga keagamaan dan masyarakat, bukan lembaga pendidikan.
Mereka yang menentang umumnya datang dari kalangan lembaga-lembaga
pendidikan swasta non-Islam, sedangkan yang mendukung adalah dari kelompok
penyelenggara pendidikan Islam. Hal yang ditentang adalah yang menyangkut
keharusan sekolah-sekolah swasta menyediakan guru agama yang seagama dengan
peserta didik. Pasal ini menimbulkan konsekuensi biaya terhadap lembaga-lembaga
penyelenggara pendidikan baik Kristen maupun Islam. Karena mereka harus
merekrut guru-guru agama sesuai dengan keragaman agama anak didiknya.
Pasal ini sangat adil. Sebab, sekolah-sekolah non-Islam dan Islam dikenai
kewajiban yang sama. Sekolah-sekolah Islam menyediakan guru agama dari
non-Islam, sebaliknya sekolah-sekolah non-Islam menyediakan guru-guru agama Islam.
Hanya realitasnya adalah banyaknya anak-anak dari keluarga Islam yang
bersekolah di sekolah non-Islam. Sementara itu anak-anak dari keluarga
non-Islam sedikit sekali – untuk tidak menyatakan tidak ada – yang bersekolah
di lembaga-lembaga pendidikan yang berwatak Islam.
Konsekuensinya, beban anggaran sekolah-sekolah non-Islam untuk
menyediakan guru-guru agama Islam lebih besar daripada anggaran sekolah-sekolah
swasta Islam untuk menggaji guru-guru agama lain. Padahal UU itu cukup adil.
Masalah itu bisa terjawab manakala pemerintah menyediakan dan menanggung gaji
guru-guru agama itu. Atau beban itu diserahkan sepenuhnya ke orang tua anak
didik, bukan lembaga pendidikan. Jika ini tidak diatasi, akan menimbulkan
bahaya besar. Sekolah-sekolah swasta baik Islam maupun non-Islam karena
keterbatasan anggaran lalu membatasi jumlah anak didik yang berbeda agama.
Departemen Agama (Depag) sudah mengantisipasi dengan menyediakan tenaga
guru-guru agama bila RUU Sisdiknas ini disahkan. Jadi, sebetulnya tidak masalah
dan mengkhawatirkan soal tenaga guru untuk memenuhi tenaga pengajar di
sekolah-sekolah non-Islam.
Lain halnya jika dalam memaknai dan memahami pasal 13 RUU Sisdiknas,
semula kalangan dari penyelenggara negara sampai lembaga-lembaga pendidikan
keagamaan masih terjebak pada kecurigaan-kecurigaan isu agama seperti adanya
islamisasi dan seterusnya yang semestinya sudah lama dihilangkan.
Jika kita lihat perjalanan diberlakukannya kedua undang-undang tersebut
tidaklah ada yang berjalan mulus kedua-duanya mengandung kontoversi dan pada
akhirnya dibalik semua kontroversi yang ada pada tanggal 8 Juli 2003
Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang system pendidikan
Nasional disyahkan oleh Presiden Republik Indonesia Megawati Soekarno Putri.
Bab 9
LANDASAN
HISTORIS
PENDIDIKAN NASIONAL DI INDONESIA
PENDIDIKAN NASIONAL DI INDONESIA
A.
LANDASAN
HISTORIS KEPENDIDIKAN DI INDONESIA
Sejarah
atau history keadaan masa lampau dengan segala macam kejadian atau
kegiatan yang didasari oleh konsep-konsep tertentu. Sejarah penuh dengan
informasi-informasi yang mengandung kejadian, model, konsep, teori, praktik,
moral, cita-cita, bentuk dan sebagainya (Pidarta, 2007: 109).
Informasi-informasi
di atas merupakan warisan generasi terdahulu kepada generasi muda yang tidak
ternilai harganya. Generasi muda dapat belajar dari informasi-informasi ini
terutama tentang kejadian-kejadian masa lampau dan memanfaatkannya untuk
mengembangkan kemampuan diri mereka. Sejarah telah memberi penerangan, contoh,
dan teladan bagi mereka dan semuanya ini diharapkan akan dapat meningkatkan
peradaban manusia itu sendiri di masa kini dan masa yang akan datang.
Misalnya,
Indonesia dan negara-negara lainnya pada tahap awal perkembangan ekonomi mereka
telah mengembangkan sistem pendidikan yang baik dan berdasarkan kebudayaan
tradisional. Pada masa kolonial, sistem pendidikan berkembang dengan berdasar
pada sistem pendidikan sebelumnya ini. Pada masa modern seperti sekarang,
sistem pendidikan yang berlaku juga berdasarkan pengembangan dari sistem
pendidikan kolonial (Williams, 1977: 17).
Dengan
kata lain, tinjauan landasan sejarah atau historis Pendidikan Nasional
Indonesia merupakan pandangan ke masa lalu atau pandangan retrospektif
(Buchori, 1995: vii). Pandangan ini melahirkan studi-studi historis tentang
proses perjalanan pendidikan nasional Indonesia yang terjadi pada periode
tertentu di masa yang lampau.
Perjalanan
sejarah pendidikan di tanah air yang sangat panjang, bahkan semenjak jauh
sebelum kita menacapai kemerdekaan pada tahun 1945, baik sebagai aktivitas
intelektualisasi dan budaya maupun sebagai alat perjuangan politik untuk
membebaskan bangsa dari belenggu kolonialisme, telah diwarnai oleh
bermacam-macam corak (Sigit, 1992: xi) . Menjelang 64 tahun Indonesia merdeka,
dengan system politik sebagai penjabaran demokrasi Pancasila di Era Reformasi
ini yang telah mewujudkan pola Pendidikan Nasional seperti sekarang, kita mulai
dapat melihat dengan ke arah mana partisipasi masyarakat dalam ikut serta
menyelenggarakan pendidikan itu. Semua corak tersebut memiliki pandangan atau
dasar pemikiran yang hampir sama tentang pendidikan; pendidikan diarahkan pada
optimasi upaya pendidikan sebagai bagian integral dari proses pembangunan
bangsa.
Di samping itu, pendidikan memiliki
peranan strategis menyiapkam generasi berkualitas untuk kepentingan masa depan.
Pendidikan dijadikan sebagai institusi utama dalam upaya pembentuk sumber daya
manusia (SDM) berkualitas yang diharapkan suatu bangsa. Apalagi kini semakin
dirasakan bahwa SDM Indonesia masih lemah dalam hal daya saing (kemampuan
kompetisi) dan daya sanding (kemampuan kerja sama) dengan bangsa lain di dunia
(Anzizhan, 2004: 1).
Dengan demikian, setiap bidang
kegiatan yang ingin dicapai manusia untuk maju, pada umumnya dikaitkan dengan
bagaimana keadaan bidang tersebut pada masa yang lampau (Pidarta, 2007: 110).
Demikian juga halnya dengan bidang pendidikan. Sejarah pendidikan merupakan
bahan pembanding untuk memajukan pendidikan suatu bangsa.
Berikut ini adalah pembahasan
landasan sejarah kependidikan di Indonesia yang meliputi:
A. SEJARAH PENDIDIKAN INDONESIA
Pendidikan di Indonesia memiliki
sejarah yang cukup panjang. Pendidikan itu telah ada sejak zaman
kuno/tradisional yang dimulai dengan zaman pengaruh agama Hindu dan Budha,
zaman pengaruh Islam, zaman penjajahan, dan zaman merdeka (ibid.: 125).
Mudyahardjo (2008) dan Nasution (2008) menguraikan masing-masing zaman tersebut
secara lebih terperinci.
Berikut ini adalah uraian dan
rincian perjalanan sejarah pendidikan Indonesia:
1.
Zaman Pengaruh Hindu dan Budha
Hinduisme and Budhisme datang ke
Indonesia sekitar abad ke-5. Hinduisme dan Budhisme merupakan dua agama yang
berbeda, namun di Indonesia keduanya memiliki kecenderungan sinkretisme, yaitu
keyakinan mempersatukan figur Syiwa dengan Budha sebagai satu
sumber Yang Maha Tinggi. Motto pada lambang Negara Indonesia yaitu Bhinneka
Tunggal Ika , secara etimologis berasal dari keyakinan tersebut
(Mudyahardja, 2008: 215)
Tujuan pendidikan pada zaman ini
sama dengan tujuan kedua agama tersebut. Pendidikan dilaksanakan dalam rangka
penyebaran dan pembinaan kehidupan bergama Hindu dan Budha (ibid.: 217)
2.
Zaman Pengaruh Islam (Tradisional)
Islam mulai masuk ke Indonesia pada
akhir abad ke-13 dan mencakup sebagian besar Nusantara pada abad ke-16.
Perkembangan pendidikan Islam di Indonesia sejalan dengan perkembangan
penyebaran Islam di Nusantara, baik sebagai agama maupun sebagai arus
kebudayaan (ibid.: 221). Pendidikan Islam pada zaman ini disebut Pendidikan
Islam Tradisional.
Tujuan pendidikan Islam adalah sama
dengan tujuan hidup Islam, yaitu mengabdi sepenuhnya kepada Allah SWT sesuai
dengan ajaran yang disampaikan oleh Nabi Muhammad s.a.w. untuk mencapai
kebahagiaan di dunia dan akhirat. (ibid.: 223)
Pendidikan Islam Tradisional ini
tidak diselenggarakan secara terpusat, namun banyak diupayakan secara
perorangan melalui para ulamanya di suatu wilayah tertentu dan terkoordinasi
oleh para wali di Jawa, terutama Wali Sanga.Sedangkan di luar Jawa, Pendidikan
Islam yang dilakukan oleh perseorangan yang menonjol adalah di daerah
Minangkabau (ibid.: 228-41).
3.
Zaman Pengaruh Nasrani (Katholik dan Kristen)
Bangsa Portugis pada abad ke-16
bercita-cita menguasai perdagangan dan perniagaan Timur-Barat dengan cara
menemukan jalan laut menuju dunia Timur serta menguasai bandar-bandar dan
daerah-daerah strategis yang menjadi mata rantai perdagaan dan perniagaan
(Mudyahardjo, 2008: 242).
Di samping mencari kejayaan (glorious)
dan kekayaan (gold), bangsa Portugis datang ke Timur (termasuk
Indonesia) bermaksud pula menyebarkan agama yang mereka anut, yakni Katholik (gospel).
Pada akhirnya pedagang Portugis menetap di bagian timur Indonesia tempat
rempah-rempah itu dihasilkan. Namun kekuasaan Portugis melemah akibat
peperangan dengan raja-raja di Indonesia dan akhirnya dilenyapkan oleh Belanda
pada tahun 1605 (Nasution, 2008: 4). Dalam setiap operasi perdagangan, mereka
menyertakan para paderi misionaris Paderi yang terkenal di Maluku, sebagai
salah satu pijakan Portugis dalam menjalankan misinya, adalah Franciscus
Xaverius dari orde Jesuit.
Orde ini didirikan oleh Ignatius
Loyola (1491-1556) dan memiliki tujuan yaitu segala sesuatu untuk keagungan
yang lebih besar dari Tuhan (Mudyahardjo, 2008: 243). Yang dicapai dengan tiga
cara: memberi khotbah, memberi pelajaran, dan pengakuan. Orde ini juga
mempunyai organisasi pendidikan yang seragam: sama di mana pun dan bebas untuk
semua. Xaverius memandang pendidikan sebagai alat yang ampuh untuk penyebaran
agama (Nasution, 2008: 4).
Sedangkan pengaruh Kristen berasal
dari orang-orang Belanda yang datang pertama kali tahun1596 di bawah pimpinan
Cornelis de Houtman dengan tujuan untuk mencari rempah-rempah. Untuk
menghindari persaingan di antara mereka, pemerintah Belanda mendirikan suatu
kongsi dagang yang disebut VOC (vreenigds Oost Indische Compagnie) atau
Persekutuan Dagang Hindia Belanda tahun 1602 (Mudyahardjo, 2008: 245).
Sikap VOC terhadap pendidikan adalah
membiarkan terselenggaranya Pendidikan Tradisional di Nusantara, mendukung
diselenggarakannya sekolah-sekolah yang bertujuan menyebarkan agama Kristen.
Kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh VOC terutama dipusatkan di bagian timur
Indonesia di mana Katholik telah berakar dan di Batavia (Jakarta), pusat
administrasi colonial. Tujuannya untuk melenyapkan agama Katholik dengan
menyebarkan agama Kristen Protestan, Calvinisme (Nasution, 2008: 4-5).
4.
Zaman
Kolonial Belanda
VOC pada perkembangannya diperkuat
dan dipersenjatai dan dijadikan benteng oleh Belanda yang akhirnya menjadi
landasan untuk menguasai daerah di sekitarnya. Lambat laun kantor dagang itu
beralih dari pusat komersial menjadi basis politik dan territorial. Setelah
pecah perang kolonial di berbagai daerah di tanakh air, akhirnya Indonesia
jatuh seluruhnya di bawah pemerintahan Belanda (ibid.: 3).
Pada tahun 1816 VOC ambruk dan
pemerintahan dikendalikan oleh para Komisaris Jendral dari Inggris. Mereka
harus memulai system pendidikandari dasar kembali, karena pendidikan pada zaman
VOC berakhir dengan kegagalan total. Ide-ide liberal aliran Ufklarung atau Enlightement,
yang mana mengatakan bahwa pendidikan adalah alat untuk mencapai kemajuan
ekonomi dan social, banyak mempengaruhi mereka (ibid.: 8).
Oleh karena itu, kurikulum sekolah
mengalami perubahan radikal dengan masuknya ide-ide liberal tersebut yang
bertujuan mengembangkan kemampuan intelektual, nilai-nilai rasional dan sosial.
Pada awalnya kurikulum ini hanya diterapkan untuk anak-anak Belanda selama
setengah abad ke-19.
Setelah tahun1848 dikeluarkan peraturan
pemerintah yang menunjukkan bahwa pemerintah lambat laun menerima tanggung
jawab yang lebih besar atas pendidikan anak-anak Indonesia sebagai hasil
perdebatan di parlemen Belanda dan mencerminkan sikap liberal yang lebih
menguntungkan rakyat Indonesia (ibid.: 10-13).
Pada tahun 1899 terbit sebuah
atrikel oleh Van Deventer berjudul Hutang Kehormatan dalam majalah De
Gids. Ia menganjurkan agar pemerintahnnya lebih memajukan kesejahteraan
rakyat Indonesia. Ekspresi ini kemudian dikenal dengan Politik Etis dan
bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui irigasi, transmigrasi,
reformasi, pendewasaan, perwakilan yang mana semua ini memerlukan peranan
penting pendidikan (ibid.: 16). Di samping itu, Van Deventer juga mengembangkan
pengajaran bahasa Belanda. Menurutnya, mereka yang menguasai Belanda secara
kultural lebih maju dan dapat menjadi pelopor bagi yang lainnya (ibid.: 17).
Sejak dijalankannya Politik Etis ini
tampak kemajuan yang lebih pesat dalam bidang pendidikan selama beberapa
dekade. Pendidikan yang berorientasi Barat ini meskipun masih bersifat terbatas
untuk beberapa golongan saja, antara lain anak-anak Indonesia yanorang tuanya
adalah pegawai pemerintah Belanda, telah menimbulkan elite intelektual baru.
Golongan baru inilah yang kemudian
berjuang merintis kemerdekaan melalui pendidikan. Perjuangan yang masih
bersifat kedaerahan berubah menjadi perjuangan bangsa sejak berdirinya Budi
Utomo pada tahun 1908 dan semakin meningkat dengan lahirnya Sumpah Pemuda tahun
1928.
Setelah itu tokoh-tokoh pendidik
lainnya adalah Mohammad Syafei dengan Indonesisch Nederlandse School-nya,
Ki Hajar Dewantara dengan Taman Siswa-nya, dan Kyai Haji Ahmad Dahlan dengan
Pendidikan Muhammadiyah-nya yang semuanya mendidik anak-anak agar bisa mandiri
dengan jiwa merdeka (Pidarta, 2008: 125-33).
5.
Zaman
Kolonial Jepang
Perjuangan bangsa Indonesia dalam
masa penjajahan Jepang tetap berlanjut sampai cita-cita untuk merdeka tercapai.
Walaupun bangsa Jepang menguras habis-habisan kekayaan alam Indonesia, bangsa Indonesia
tidak pantang menyerah dan terus mengobarkan semangat 45 di hati mereka.
Meskipun demikian, ada beberapa segi
positif dari penjajahan Jepang di Indonesia. Di bidang pendidikan, Jepang telah
menghapus dualisme pendidikan dari penjajah Belanda dan menggantikannya dengan
pendidikan yang sama bagi semua orang. Selain itu, pemakaian bahasa Indonesia
secara luas diinstruksikan oleh Jepang untuk di pakai di lembaga-lembaga
pendidikan, di kantor-kantor, dan dalam pergaulan sehari-hari. Hal ini mempermudah
bangsa Indonesia untuk merealisasi Indonesia merdeka. Pada tanggal 17 Agustus
1945 cita-cita bangsa Indonesia menjadi kenyataan ketika kemerdekaan Indonesia
diproklamasikan kepada dunia.
6.
Zaman Kemerdekaan (Awal)
Setelah Indonesia merdeka,
perjuangan bangsa Indonesia tidak berhenti sampai di sini karena
gangguan-gangguan dari para penjajah yang ingin kembali menguasai Indonesia
dating silih berganti sehingga bidang pendidikan pada saai itu bukanlah
prioritas utama karena konsentrasi bangsa Indonesia adalah bagaimana
mempertahankan kemerdekaan yang sudah diraih dengan perjuangan yang amat berat.
Tujuan pendidikan belum dirumuskan
dalam suatu undang-undang yang mengatur pendidikan. Sistem persekolahan di
Indonesia yang telah dipersatukan oleh penjajah Jepang terus disempurnakan.
Namun dalam pelaksanaannya belum tercapai sesuai dengan yang diharapka bahkan
banyak pendidikan di daerah-daerah tidak dapat dilaksanakan karena faktor
keamanan para pelajarnya. Di samping itu, banyak pelajar yang ikut serta berjuang
mempertahankan kemerdekaan sehingga tidak dapat bersekolah.
7.
Zaman
‘Orde Lama’
Setelah gangguan-gangguan itu
mereda, pembangunan untuk mengisi kemerdekaan mulai digerakkan. Pembangunan
dilaksanakan serentak di berbagai bidang, baik spiritual maupun material.
Setelah diadakan konsolidasi yang
intensif, system pendidikan Indonesia terdiri atas: Pendidikan Rendah,
Pendidikan Menengah, dan Pendidikan Tinggi. Dan pendidikan harus membimbing
para siswanya agar menjadi warga negara yang bertanggung jawab. Sesuai dengan
dasar keadilan sosial, sekolah harus terbuka untuk tiap-tiap penduduk negara.
Di samping itu, Pendidikan Nasional
zaman ‘Orde Lama’ adalah pendidikan yang dapat membangun bangsa agar mandiri
sehingga dapat menyelesaikan revolusinya baik di dalam maupun di luar;
pendidikan yang secara spiritual membina bangsa yang ber-Pancasila dan
melaksanakan UUD 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Kepribadian
Indonesia, dan merealisasikan ketiga kerangka tujuan Revolusi Indonesia sesuai
dengan Manipol yaitu membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia berwilayah
dari Sabang sampai Merauke, menyelenggarakan masyarakat Sosialis Indonesia yang
adil dan makmur, lahir-batin, melenyapkan kolonialisme, mengusahakan dunia
baru, tanpa penjajahan, penindasan dan penghisapan, ke arah perdamaian,
persahabatan nasional yang sejati dan abadi (Mudyahardjo, 2008: 403).
8.
Zaman
‘Orde Baru’
Orde Baru dimulai setelah penumpasan
G-30S pada tahun 1965 dan ditandai oleh upaya melaksanakan UUD 1945 secara
murni dan konsekuen. Haluan penyelenggaraan pendidikan dikoreksi dari
penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh Orde Lama yaitu dengan menetapkan
pendidikan agama menjadi mata pelajaran dari sekolah dasar sampai dengan
perguruan tinggi.
Menurut Orde Baru, pendidikan adalah
usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam sekolah dan
di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di dalam
lingkungan rumahtangga, sekolah dan masyarakat(Ibid.: 422, 433). Pendidikan
pada masa memungkinkan adanya penghayatan dan pengamalam Pancasila secara
meluas di masyarakat, tidak hanya di dalam sekolah sebagai mata pelajaran di
setiap jenjang pendidikan (ibid.: 434).
Di samping itu, dikembangkan
kebijakan link and match di bidang pendidikan. Konsep keterkaitan dan
kepadanan ini dijadikan strategi operasional dalam meningkatkan relevansi
pendidikan dengan kebutuhan pasar (Pidarta, 2008: 137-38). Inovasi-inovasi
pendidikan juga dilakukan untuk mencapai sasaran pendidikan yang diinginkan.
Sistem pendidikannya adalah sentralisasi dengan berpusat pada pemerintah pusat.
Namun demikian, dalam dunia
pendidikan pada masa ini masih memiliki beberapa kesenjangan. Buchori dalam
Pidarta (2008: 138-39) mengemukakan beberapa kesenjangan, yaitu (1) kesenjangan
okupasional (antara pendidikan dan dunia kerja), (2) kesenjangan akademik
(pengetahuan yang diperoleh di sekolah kurang bermanfaat dalam kehidupan
sehari-hari), (3) kesenjangan kultural (pendidikan masih banyak menekankan pada
pengetahuan klasik dan humaniora yang tidak bersumber dari kemajuan ilmu dan
teknologi), dan (4) kesenjangan temporal (kesenjangan antara wawasan yang
dimiliki dengan wawasan dunia terkini).
Namun demikian keberhasilan
pembangunan yang menonjol pada zaman ini adalah (1) kesadaran beragama dan kenagsaan
meningkat dengan pesat, (2) persatuan dan kesatuan bangsa tetap terkendali,
pertumbuhan ekonomi Indonesia juga meningkat (Pidarta, 2008: 141).
9.
Zaman
‘Reformasi’
Selama Orde Baru berlangsung, rezim
yang berkuasa sangat leluasa melakukan hal-hal yang mereka inginkan tanpa ada
yang berani melakukan pertentangan dan perlawanan, rezim ini juga memiliki
motor politik yang sangat kuat yaitu partai Golkar yang merupakan partai
terbesar saat itu. Hampir tidak ada kebebasan bagi masyarakat untuk melakukan sesuatu,
termasuk kebebasan untuk berbicara dan menyaampaikan pendapatnya (ibid.: 143).
Begitu Orde Baru jatuh pada tahun
1998 masyarakat merasa bebas bagaikan burung yang baru lepas dari sangkarnya
yang telah membelenggunya selama bertahun-tahun. Masa Reformasi ini pada
awalnya lebih banyak bersifat mengejar kebebasan tanpa program yang jelas.
Sementara itu, ekonomi Indonesia
semakin terpuruk, pengangguran bertambah banyak, demikian juga halnya dengan
penduduk miskin. Korupsi semakin hebat dan semakin sulit diberantas. Namun
demikian, dalam bidang pendidikan ada perubahan-perubahan dengan munculnya
Undang-Undang Pendidikan yang baru dan mengubah system pendidikan sentralisasi
menjadi desentralisasi, di samping itu kesejahteraan tenaga kependidikan perlahan-lahan
meningkat. Hal ini memicu peningkatan kualitas profesional mereka.
Instrumen-instrumen untuk mewujudkan desentralisasi pendidikan juga diupayakan,
misalnya MBS (Manajemen Berbasis Sekolah), Life Skills (Lima Ketrampilan
Hidup), dan TQM (Total Quality Management).
Bab 10
PERMASALAHAN PENDIDIKAN
A. MASALAH KUALITAS
Kualitas
pendidikan di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Ini dibuktikan antara
lain dengan data UNESCO (2000) tentang peringkat Indeks Pengembangan Manusia
(Human Development Index), yaitu komposisi dari peringkat pencapaian
pendidikan, kesehatan, dan penghasilan per kepala yang menunjukkan, bahwa
indeks pengembangan manusia Indonesia makin menurun. Di antara 174 negara di
dunia, Indonesia menempati urutan ke-102 (1996), ke-99 (1997), ke-105 (1998),
dan ke-109 (1999).
Menurut
survei Political and Economic Risk Consultant (PERC), kualitas pendidikan di
Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Posisi Indonesia
berada di bawah Vietnam. Data yang dilaporkan The World Economic Forum Swedia
(2000), Indonesia memiliki daya saing yang rendah, yaitu hanya menduduki urutan
ke-37 dari 57 negara yang disurvei di dunia. Dan masih menurut survai dari
lembaga yang sama Indonesia hanya berpredikat sebagai follower bukan sebagai
pemimpin teknologi dari 53 negara di dunia.
Memasuki
abad ke- 21 dunia pendidikan di Indonesia menjadi heboh. Kehebohan tersebut
bukan disebabkan oleh kehebatan mutu pendidikan nasional tetapi lebih banyak
disebabkan karena kesadaran akan bahaya keterbelakangan pendidikan di
Indonesia. Perasan ini disebabkan karena beberapa hal yang mendasar.
Salah
satunya adalah memasuki abad ke- 21 gelombang globalisasi dirasakan kuat dan
terbuka. Kemajaun teknologi dan perubahan yang terjadi memberikan kesadaran
baru bahwa Indonesia tidak lagi berdiri sendiri. Indonesia berada di
tengah-tengah dunia yang baru, dunia terbuka sehingga orang bebas membandingkan
kehidupan dengan negara lain.
Yang
kita rasakan sekarang adalah adanya ketertinggalan didalam mutu pendidikan.
Baik pendidikan formal maupun informal. Dan hasil itu diperoleh setelah kita
membandingkannya dengan negara lain. Pendidikan memang telah menjadi penopang
dalam meningkatkan sumber daya manusia Indonesia untuk pembangunan bangsa. Oleh
karena itu, kita seharusnya dapat meningkatkan sumber daya manusia Indonesia
yang tidak kalah bersaing dengan sumber daya manusia di negara-negara lain.
Setelah
kita amati, nampak jelas bahwa masalah yang serius dalam peningkatan mutu
pendidikan di Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan di berbagai jenjang
pendidikan, baik pendidikan formal maupun informal. Dan hal itulah yang
menyebabkan rendahnya mutu pendidikan yang menghambat penyediaan sumber daya
menusia yang mempunyai keahlian dan keterampilan untuk memenuhi pembangunan
bangsa di berbagai bidang.
Kualitas
pendidikan Indonesia yang rendah itu juga ditunjukkan data Balitbang (2003)
bahwa dari 146.052 SD di Indonesia ternyata hanya delapan sekolah saja yang
mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Primary Years Program (PYP). Dari
20.918 SMP di Indonesia ternyata juga hanya delapan sekolah yang mendapat
pengakuan dunia dalam kategori The Middle Years Program (MYP) dan dari 8.036
SMA ternyata hanya tujuh sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori
The Diploma Program (DP).
Penyebab
rendahnya mutu pendidikan di Indonesia antara lain adalah masalah efektifitas,
efisiensi dan standardisasi pengajaran. Hal tersebut masih menjadi masalah
pendidikan di Indonesia pada umumnya. Adapun permasalahan khusus dalam dunia
pendidikan yaitu:
(1).
Rendahnya sarana fisik,
(2).
Rendahnya kualitas guru,
(3).
Rendahnya kesejahteraan guru,
(4).
Rendahnya prestasi siswa,
(5).
Rendahnya kesempatan pemerataan pendidikan,
(6).
Rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan,
(7).
Mahalnya biaya pendidikan.
Permasalahan-permasalahan
yang tersebut di atas akan menjadi bahan bahasan dalam makalah yang berjudul “
Rendahnya Kualitas Pendidikan di Indonesia” ini.
Seperti
yang telah kita ketahui, kualitas pendidikan di Indonesia semakin memburuk. Hal
ini terbukti dari kualitas guru, sarana belajar, dan murid-muridnya. Guru-guru
tentuya punya harapan terpendam yang tidak dapat mereka sampaikan kepada
siswanya. Memang, guru-guru saat ini kurang kompeten. Banyak orang yang menjadi
guru karena tidak diterima di jurusan lain atau kekurangan dana. Kecuali
guru-guru lama yang sudah lama mendedikasikan dirinya menjadi guru. Selain
berpengalaman mengajar murid, mereka memiliki pengalaman yang dalam mengenai
pelajaran yang mereka ajarkan. Belum lagi masalah gaji guru. Jika fenomena ini
dibiarkan berlanjut, tidak lama lagi pendidikan di Indonesia akan hancur
mengingat banyak guru-guru berpengalaman yang pensiun.
Sarana
pembelajaran juga turut menjadi faktor semakin terpuruknya pendidikan di
Indonesia, terutama bagi penduduk di daerah terbelakang. Namun, bagi penduduk
di daerah terbelakang tersebut, yang terpenting adalah ilmu terapan yang
benar-benar dipakai buat hidup dan kerja. Ada banyak masalah yang menyebabkan
mereka tidak belajar secara normal seperti kebanyakan siswa pada umumnya,
antara lain guru dan sekolah.
“Pendidikan
ini menjadi tanggung jawab pemerintah sepenuhnya,” kata Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono usai rapat kabinet terbatas di Gedung Depdiknas, Jl Jenderal Sudirman,
Jakarta, Senin (12/3/2007).
Presiden
memaparkan beberapa langkah yang akan dilakukan oleh pemerintah dalam rangka
meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, antara lain yaitu:
1. Langkah pertama yang akan dilakukan
pemerintah, yakni meningkatkan akses terhadap masyarakat untuk bisa menikmati
pendidikan di Indonesia. Tolak ukurnya dari angka partisipasi.
2. Langkah kedua, menghilangkan
ketidakmerataan dalam akses pendidikan, seperti ketidakmerataan di desa dan
kota, serta jender.
3. Langkah ketiga, meningkatkan mutu
pendidikan dengan meningkatkan kualifikasi guru dan dosen, serta meningkatkan
nilai rata-rata kelulusan dalam ujian nasional.
4. Langkah keempat, pemerintah akan
menambah jumlah jenis pendidikan di bidang kompetensi atau profesi sekolah
kejuruan. Untuk menyiapkan tenaga siap pakai yang dibutuhkan.
5. Langkah kelima, pemerintah berencana
membangun infrastruktur seperti menambah jumlah komputer dan perpustakaan di
sekolah-sekolah.
6. Langkah keenam, pemerintah juga
meningkatkan anggaran pendidikan. Untuk tahun ini dianggarkan Rp 44 triliun.
7. Langkah ketujuh, adalah penggunaan
teknologi informasi dalam aplikasi pendidikan.
8. Langkah terakhir, pembiayaan bagi
masyarakat miskin untuk bisa menikmati fasilitas penddikan.
B.
PENYEBAB RENDAHNYA KUALITAS
Di bawah ini akan diuraikan beberapa penyebab rendahnya
kualitas pendidikan di Indonesia secara umum, yaitu:
1. Efektifitas Pendidikan Di
Indonesia
Pendidikan
yang efektif adalah suatu pendidikan yang memungkinkan peserta didik untuk
dapat belajar dengan mudah, menyenangkan dan dapat tercapai tujuan sesuai
dengan yang diharapkan. Dengan demikian, pendidik (dosen, guru, instruktur, dan
trainer) dituntut untuk dapat meningkatkan keefektifan pembelajaran agar
pembelajaran tersebut dapat berguna.
Efektifitas
pendidikan di Indonesia sangat rendah. Setelah praktisi pendidikan melakukan
penelitian dan survey ke lapangan, salah satu penyebabnya adalah tidak adanya
tujuan pendidikan yang jelas sebelm kegiatan pembelajaran dilaksanakan. Hal ini
menyebabkan peserta didik dan pendidik tidak tahu “goal” apa yang akan
dihasilkan sehingga tidak mempunyai gambaran yang jelas dalam proses
pendidikan. Jelas hal ini merupakan masalah terpenting jika kita menginginkan
efektifitas pengajaran. Bagaimana mungkin tujuan akan tercapai jika kita tidak
tahu apa tujuan kita.
Selama
ini, banyak pendapat beranggapan bahwa pendidikan formal dinilai hanya menjadi
formalitas saja untuk membentuk sumber daya manusia Indonesia. Tidak perduli
bagaimana hasil pembelajaran formal tersebut, yang terpenting adalah telah
melaksanakan pendidikan di jenjang yang tinggi dan dapat dianggap hebat oleh
masyarakat. Anggapan seperti itu jugalah yang menyebabkan efektifitas
pengajaran di Indonesia sangat rendah. Setiap orang mempunyai kelebihan
dibidangnya masing-masing dan diharapkan dapat mengambil pendidikaan sesuai
bakat dan minatnya bukan hanya untuk dianggap hebat oleh orang lain.
Dalam
pendidikan di sekolah menegah misalnya, seseorang yang mempunyai kelebihan
dibidang sosial dan dipaksa mengikuti program studi IPA akan menghasilkan
efektifitas pengajaran yang lebih rendah jika dibandingkan peserta didik yang
mengikuti program studi yang sesuai dengan bakat dan minatnya. Hal-hal sepeti
itulah yang banyak terjadi di Indonesia. Dan sayangnya masalah gengsi tidak kalah
pentingnya dalam menyebabkan rendahnya efektifitas pendidikan di Indonesia.
2. Efisiensi Pengajaran Di Indonesia
Efisien
adalah bagaimana menghasilkan efektifitas dari suatu tujuan dengan proses yang
lebih ‘murah’. Dalam proses pendidikan akan jauh lebih baik jika kita
memperhitungkan untuk memperoleh hasil yang baik tanpa melupakan proses yang
baik pula. Hal-hal itu jugalah yang kurang jika kita lihat pendidikan di
Indonesia. Kita kurang mempertimbangkan prosesnya, hanya bagaimana dapat meraih
standar hasil yang telah disepakati.
Beberapa
masalah efisiensi pengajaran di dindonesia adalah mahalnya biaya pendidikan,
waktu yang digunakan dalam proses pendidikan, mutu pegajar dan banyak hal lain
yang menyebabkan kurang efisiennya proses pendidikan di Indonesia. Yang juga
berpengaruh dalam peningkatan sumber daya manusia Indonesia yang lebih baik.
Masalah
mahalnya biaya pendidikan di Indonesia sudah menjadi rahasia umum bagi kita.
Sebenarnya harga pendidikan di Indonesia relative lebih randah jika kita bandingkan
dengan Negara lain yang tidak mengambil sitem free cost education. Namun
mengapa kita menganggap pendidikan di Indonesia cukup mahal? Hal itu tidak kami
kemukakan di sini jika penghasilan rakyat Indonesia cukup tinggi dan sepadan
untuk biaya pendidiakan.
Jika
kita berbicara tentang biaya pendidikan, kita tidak hanya berbicara tenang
biaya sekolah, training, kursus atau lembaga pendidikan formal atau informal
lain yang dipilih, namun kita juga berbicara tentang properti pendukung seperti
buku, dan berbicara tentang biaya transportasi yang ditempuh untuk dapat sampai
ke lembaga pengajaran yang kita pilih. Di sekolah dasar negeri, memang benar
jika sudah diberlakukan pembebasan biaya pengajaran, nemun peserta didik tidak
hanya itu saja, kebutuhan lainnya adalah buku teks pengajaran, alat tulis,
seragam dan lain sebagainya yang ketika kami survey, hal itu diwajibkan oleh
pendidik yang berssngkutan. Yang mengejutkanya lagi, ada pendidik yang
mewajibkan les kepada peserta didiknya, yang tentu dengan bayaran untuk
pendidik tersebut.
Selain
masalah mahalnya biaya pendidikan di Indonesia, masalah lainnya adalah waktu
pengajaran. Dengan survey lapangan, dapat kita lihat bahwa pendidikan tatap
muka di Indonesia relative lebih lama jika dibandingkan negara lain. Dalam
pendidikan formal di sekolah menengah misalnya, ada sekolah yang jadwal
pengajarnnya perhari dimulai dari pukul 07.00 dan diakhiri sampai pukul 16.00..
Hal tersebut jelas tidak efisien, karena ketika kami amati lagi, peserta didik
yang mengikuti proses pendidikan formal yang menghabiskan banyak waktu
tersebut, banyak peserta didik yang mengikuti lembaga pendidikan informal lain
seperti les akademis, bahasa, dan sebagainya. Jelas juga terlihat, bahwa proses
pendidikan yang lama tersebut tidak efektif juga, karena peserta didik akhirnya
mengikuti pendidikan informal untuk melengkapi pendidikan formal yang dinilai
kurang.
Selain
itu, masalah lain efisiensi pengajaran yang akan kami bahas adalah mutu
pengajar. Kurangnya mutu pengajar jugalah yang menyebabkan peserta didik kurang
mencapai hasil yang diharapkan dan akhirnya mengambil pendidikan tambahan yang
juga membutuhkan uang lebih.
Yang
kami lihat, kurangnya mutu pengajar disebabkan oleh pengajar yang mengajar
tidak pada kompetensinya. Misalnya saja, pengajar A mempunyai dasar pendidikan
di bidang bahasa, namun di mengajarkan keterampilan, yang sebenarnya bukan
kompetensinya. Hal-tersebut benar-benar terjadi jika kita melihat kondisi
pendidikan di lapangan yang sebanarnya. Hal lain adalah pendidik tidak dapat
mengomunikasikan bahan pengajaran dengan baik, sehingga mudah dimengerti dan
menbuat tertarik peserta didik.
Sistem
pendidikan yang baik juga berperan penting dalam meningkatkan efisiensi
pendidikan di Indonesia. Sangat disayangkan juga sistem pendidikan kita
berubah-ubah sehingga membingungkan pendidik dan peserta didik.
Dalam
beberapa tahun belakangan ini, kita menggunakan sistem pendidikan kurikulum
1994, kurikulum 2004, kurikulum berbasis kompetensi yang pengubah proses
pengajaran menjadi proses pendidikan aktif, hingga kurikulum baru lainnya.
Ketika mengganti kurikulum, kita juga mengganti cara pendidikan pengajar, dan
pengajar harus diberi pelatihan terlebih dahulu yang juga menambah cost
biaya pendidikan. Sehingga amat disayangkan jika terlalu sering mengganti
kurikulum yang dianggap kuaran efektif lalu langsung menggantinya dengan
kurikulum yang dinilai lebih efektif.
Konsep
efisiensi akan tercipta jika keluaran yang diinginkan dapat dihasilkan secara
optimal dengan hanya masukan yang relative tetap, atau jika masukan yang
sekecil mungkin dapat menghasilkan keluaran yang optimal. Konsep efisiensi
sendiri terdiri dari efisiensi teknologis dan efisiensi ekonomis. Efisiensi
teknologis diterapkan dalam pencapaian kuantitas keluaran secara fisik sesuai
dengan ukuran hasil yang sudah ditetapkan. Sementara efisiensi ekonomis
tercipta jika ukuran nilai kepuasan atau harga sudah diterapkan terhadap
keluaran.
Konsep
efisiensi selalu dikaitkan dengan efektivitas. Efektivitas merupakan bagian
dari konsep efisiensi karena tingkat efektivitas berkaitan erat dengan
pencapaian tujuan relative terhadap harganya. Apabila dikaitkan dengan dunia
pendidikan, maka suatu program pendidikan yang efisien cenderung ditandai
dengan pola penyebaran dan pendayagunaansumber-sumber pendidikan yang sudah
ditata secara efisien. Program pendidikan yang efisien adalah program yang
mampu menciptakan keseimbangan antara penyediaan dan kebutuhan akan
sumber-sumber pendidikan sehingga upaya pencapaian tujuan tidak mengalami hambatan.
3. Standardisasi Pendidikan Di
Indonesia
Jika
kita ingin meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, kita juga berbicara
tentang standardisasi pengajaran yang kita ambil. Tentunya setelah melewati
proses untuk menentukan standar yang akan diambil.
Dunia
pendidikan terus berudah. Kompetensi yang dibutuhka oleh masyarakat
terus-menertus berunah apalagi di dalam dunia terbuka yaitu di dalam dunia
modern dalam ere globalisasi. Kompetendi-kompetensi yang harus dimiliki oleh
seseorang dalam lembaga pendidikan haruslah memenuhi standar.
Seperti
yang kita lihat sekarang ini, standar dan kompetensi dalam pendidikan formal
maupun informal terlihat hanya keranjingan terhadap standar dan kompetensi.
Kualitas pendidikan diukur oleh standard an kompetensi di dalam berbagai versi,
demikian pula sehingga dibentuk badan-badan baru untuk melaksanakan
standardisasi dan kompetensi tersebut seperti Badan Standardisasi Nasional
Pendidikan (BSNP).
Tinjauan
terhadap standardisasi dan kompetensi untuk meningkatkan mutu pendidikan
akhirnya membawa kami dalam pengunkapan adanya bahaya yang tersembunyi yaitu
kemungkinan adanya pendidikan yang terkekung oleh standar kompetensi saja
sehngga kehilangan makna dan tujuan pendidikan tersebut.
Peserta
didik Indonesia terkadang hanya memikirkan bagaiman agar mencapai standar
pendidikan saja, bukan bagaimana agar pendidikan yang diambil efektif dan dapat
digunakan. Tidak perduli bagaimana cara agar memperoleh hasil atau lebih
spesifiknya nilai yang diperoleh, yang terpentinga adalah memenuhi nilai di
atas standar saja.
Hal
seperti di atas sangat disayangkan karena berarti pendidikan seperti kehilangan
makna saja karena terlalu menuntun standar kompetensi. Hal itu jelas salah satu
penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia.
Selain
itu, akan lebih baik jika kita mempertanyakan kembali apakah standar pendidikan
di Indonesia sudah sesuai atau belum. Dalam kasus UAN yang hampir selalu
menjadi kontrofesi misalnya. Kami menilai adanya sistem evaluasi seperti UAN
sudah cukup baik, namun yang kami sayangkan adalah evaluasi pendidikan seperti
itu yang menentukan lulus tidaknya peserta didik mengikuti pendidikan, hanya
dilaksanakan sekali saja tanpa melihat proses yang dilalu peserta didik yang
telah menenpuh proses pendidikan selama beberapa tahun. Selain hanya berlanhsug
sekali, evaluasi seperti itu hanya mengevaluasi 3 bidang studi saja tanpa
mengevaluasi bidang studi lain yang telah didikuti oleh peserta didik.
Banyak
hal lain juga yang sebenarnya dapat kami bahas dalam pembahasan sandardisasi
pengajaran di Indonesia. Juga permasalahan yang ada di dalamnya, yang tentu
lebih banyak, dan membutuhkan penelitian yang lebih dalam lagi
Penyebab
rendahnya mutu pendidikan di Indonesia juga tentu tidah hanya sebatas yang kami
bahas di atas. Banyak hal yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan kita.
Tentunya hal seperti itu dapat kita temukan jika kita menggali lebih dalam akar
permasalahannya. Dan semoga jika kita mengetehui akar permasalahannya, kita
dapat memperbaiki mutu pendidikan di Indonesia sehingga jadi kebih baik lagi.
Selain
beberapa penyebab rendahnya kualitas pendidikan di atas, berikut ini akan
dipaparkan pula secara khusus beberapa masalah yang menyebabkan rendahnya kualitas
pendidikan di Indonesia :
1.
Rendahnya
Kualitas Sarana Fisik
Untuk
sarana fisik misalnya, banyak sekali sekolah dan perguruan tinggi kita yang
gedungnya rusak, kepemilikan dan penggunaan media belajar rendah, buku
perpustakaan tidak lengkap. Sementara laboratorium tidak standar, pemakaian
teknologi informasi tidak memadai dan sebagainya. Bahkan masih banyak sekolah
yang tidak memiliki gedung sendiri, tidak memiliki perpustakaan, tidak memiliki
laboratorium dan sebagainya.
Data
Balitbang Depdiknas (2003) menyebutkan untuk satuan SD terdapat 146.052 lembaga
yang menampung 25.918.898 siswa serta memiliki 865.258 ruang kelas. Dari
seluruh ruang kelas tersebut sebanyak 364.440 atau 42,12% berkondisi baik,
299.581 atau 34,62% mengalami kerusakan ringan dan sebanyak 201.237 atau 23,26%
mengalami kerusakan berat. Kalau kondisi MI diperhitungkan angka kerusakannya
lebih tinggi karena kondisi MI lebih buruk daripada SD pada umumnya. Keadaan
ini juga terjadi di SMP, MTs, SMA, MA, dan SMK meskipun dengan persentase yang
tidak sama.
2.
Rendahnya
Kualitas Guru
Keadaan
guru di Indonesia juga amat memprihatinkan. Kebanyakan guru belum memiliki
profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya sebagaimana disebut
dalam pasal 39 UU No 20/2003 yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan
pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan, melakukan
pelatihan, melakukan penelitian dan melakukan pengabdian masyarakat.
Bukan
itu saja, sebagian guru di Indonesia bahkan dinyatakan tidak layak mengajar.
Persentase guru menurut kelayakan mengajar dalam tahun 2002-2003 di berbagai
satuan pendidikan sbb: untuk SD yang layak mengajar hanya 21,07% (negeri) dan
28,94% (swasta), untuk SMP 54,12% (negeri) dan 60,99% (swasta), untuk SMA
65,29% (negeri) dan 64,73% (swasta), serta untuk SMK yang layak mengajar 55,49%
(negeri) dan 58,26% (swasta).
Kelayakan
mengajar itu jelas berhubungan dengan tingkat pendidikan guru itu sendiri. Data
Balitbang Depdiknas (1998) menunjukkan dari sekitar 1,2 juta guru SD/MI hanya
13,8% yang berpendidikan diploma D2-Kependidikan ke atas. Selain itu, dari sekitar
680.000 guru SLTP/MTs baru 38,8% yang berpendidikan diploma D3-Kependidikan ke
atas. Di tingkat sekolah menengah, dari 337.503 guru, baru 57,8% yang memiliki
pendidikan S1 ke atas. Di tingkat pendidikan tinggi, dari 181.544 dosen, baru
18,86% yang berpendidikan S2 ke atas (3,48% berpendidikan S3).
Walaupun
guru dan pengajar bukan satu-satunya faktor penentu keberhasilan pendidikan
tetapi, pengajaran merupakan titik sentral pendidikan dan kualifikasi, sebagai
cermin kualitas, tenaga pengajar memberikan andil sangat besar pada kualitas
pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya. Kualitas guru dan pengajar yang
rendah juga dipengaruhi oleh masih rendahnya tingkat kesejahteraan guru.
3.
Rendahnya
Kesejahteraan Guru
Rendahnya
kesejahteraan guru mempunyai peran dalam membuat rendahnya kualitas pendidikan
Indonesia. Berdasarkan survei FGII (Federasi Guru Independen Indonesia) pada
pertengahan tahun 2005, idealnya seorang guru menerima gaji bulanan serbesar Rp
3 juta rupiah. Sekarang, pendapatan rata-rata guru PNS per bulan sebesar Rp 1,5
juta. guru bantu Rp, 460 ribu, dan guru honorer di sekolah swasta rata-rata Rp
10 ribu per jam. Dengan pendapatan seperti itu, terang saja, banyak guru
terpaksa melakukan pekerjaan sampingan. Ada yang mengajar lagi di sekolah lain,
memberi les pada sore hari, menjadi tukang ojek, pedagang mie rebus, pedagang
buku/LKS, pedagang pulsa ponsel, dan sebagainya (Republika, 13 Juli, 2005).
Dengan
adanya UU Guru dan Dosen, barangkali kesejahteraan guru dan dosen (PNS) agak
lumayan. Pasal 10 UU itu sudah memberikan jaminan kelayakan hidup. Di dalam
pasal itu disebutkan guru dan dosen akan mendapat penghasilan yang pantas dan
memadai, antara lain meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji,
tunjangan profesi, dan/atau tunjangan khusus serta penghasilan lain yang
berkaitan dengan tugasnya. Mereka yang diangkat pemkot/pemkab bagi daerah
khusus juga berhak atas rumah dinas.
Tapi,
kesenjangan kesejahteraan guru swasta dan negeri menjadi masalah lain yang
muncul. Di lingkungan pendidikan swasta, masalah kesejahteraan masih sulit
mencapai taraf ideal. Diberitakan Pikiran Rakyat 9 Januari 2006, sebanyak 70
persen dari 403 PTS di Jawa Barat dan Banten tidak sanggup untuk menyesuaikan
kesejahteraan dosen sesuai dengan amanat UU Guru dan Dosen (Pikiran Rakyat 9
Januari 2006).
4.
Rendahnya
Prestasi Siswa
Dengan
keadaan yang demikian itu (rendahnya sarana fisik, kualitas guru, dan
kesejahteraan guru) pencapaian prestasi siswa pun menjadi tidak memuaskan.
Sebagai misal pencapaian prestasi fisika dan matematika siswa Indonesia di
dunia internasional sangat rendah. Menurut Trends in Mathematic and Science
Study (TIMSS) 2003 (2004), siswa Indonesia hanya berada di ranking ke-35 dari
44 negara dalam hal prestasi matematika dan di ranking ke-37 dari 44 negara
dalam hal prestasi sains. Dalam hal ini prestasi siswa kita jauh di bawah siswa
Malaysia dan Singapura sebagai negara tetangga yang terdekat.
Dalam
hal prestasi, 15 September 2004 lalu United Nations for Development Programme
(UNDP) juga telah mengumumkan hasil studi tentang kualitas manusia secara
serentak di seluruh dunia melalui laporannya yang berjudul Human Development
Report 2004. Di dalam laporan tahunan ini Indonesia hanya menduduki posisi
ke-111 dari 177 negara. Apabila dibanding dengan negara-negara tetangga saja,
posisi Indonesia berada jauh di bawahnya.
Dalam
skala internasional, menurut Laporan Bank Dunia (Greaney,1992), studi IEA
(Internasional Association for the Evaluation of Educational Achievement) di
Asia Timur menunjukan bahwa keterampilan membaca siswa kelas IV SD berada pada
peringkat terendah. Rata-rata skor tes membaca untuk siswa SD: 75,5 (Hongkong),
74,0 (Singapura), 65,1 (Thailand), 52,6 (Filipina), dan 51,7 (Indonesia).
Anak-anak
Indonesia ternyata hanya mampu menguasai 30% dari materi bacaan dan ternyata
mereka sulit sekali menjawab soal-soal berbentuk uraian yang memerlukan
penalaran. Hal ini mungkin karena mereka sangat terbiasa menghafal dan
mengerjakan soal pilihan ganda.
Selain
itu, hasil studi The Third International Mathematic and Science
Study-Repeat-TIMSS-R, 1999 (IEA, 1999) memperlihatkan bahwa, diantara 38 negara
peserta, prestasi siswa SLTP kelas 2 Indonesia berada pada urutan ke-32 untuk
IPA, ke-34 untuk Matematika. Dalam dunia pendidikan tinggi menurut majalah Asia
Week dari 77 universitas yang disurvai di asia pasifik ternyata 4 universitas
terbaik di Indonesia hanya mampu menempati peringkat ke-61, ke-68, ke-73 dan
ke-75.
5.
Kurangnya
Pemerataan Kesempatan Pendidikan
Kesempatan
memperoleh pendidikan masih terbatas pada tingkat Sekolah Dasar. Data Balitbang
Departemen Pendidikan Nasional dan Direktorat Jenderal Binbaga Departemen Agama
tahun 2000 menunjukan Angka Partisipasi Murni (APM) untuk anak usia SD pada
tahun 1999 mencapai 94,4% (28,3 juta siswa). Pencapaian APM ini termasuk
kategori tinggi. Angka Partisipasi Murni Pendidikan di SLTP masih rendah yaitu
54, 8% (9,4 juta siswa). Sementara itu layanan pendidikan usia dini masih
sangat terbatas. Kegagalan pembinaan dalam usia dini nantinya tentu akan menghambat
pengembangan sumber daya manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu diperlukan
kebijakan dan strategi pemerataan pendidikan yang tepat untuk mengatasi masalah
ketidakmerataan tersebut.
6.
Rendahnya
Relevansi Pendidikan Dengan Kebutuhan
Hal
tersebut dapat dilihat dari banyaknya lulusan yang menganggur. Data BAPPENAS
(1996) yang dikumpulkan sejak tahun 1990 menunjukan angka pengangguran terbuka
yang dihadapi oleh lulusan SMU sebesar 25,47%, Diploma/S0 sebesar 27,5% dan PT
sebesar 36,6%, sedangkan pada periode yang sama pertumbuhan kesempatan kerja
cukup tinggi untuk masing-masing tingkat pendidikan yaitu 13,4%, 14,21%, dan
15,07%. Menurut data Balitbang Depdiknas 1999, setiap tahunnya sekitar 3 juta
anak putus sekolah dan tidak memiliki keterampilan hidup sehingga menimbulkan
masalah ketenagakerjaan tersendiri. Adanya ketidakserasian antara hasil
pendidikan dan kebutuhan dunia kerja ini disebabkan kurikulum yang materinya
kurang funsional terhadap keterampilan yang dibutuhkan ketika peserta didik memasuki
dunia kerja.
7.
Mahalnya
Biaya Pendidikan
Pendidikan
bermutu itu mahal. Kalimat ini sering muncul untuk menjustifikasi mahalnya
biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mengenyam bangku pendidikan.
Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi
(PT) membuat masyarakat miskin tidak memiliki pilihan lain kecuali tidak
bersekolah. Orang miskin tidak boleh sekolah.
Untuk
masuk TK dan SDN saja saat ini dibutuhkan biaya Rp 500.000, — sampai Rp
1.000.000. Bahkan ada yang memungut di atas Rp 1 juta. Masuk SLTP/SLTA bisa
mencapai Rp 1 juta sampai Rp 5 juta.
Makin
mahalnya biaya pendidikan sekarang ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah
yang menerapkan MBS (Manajemen Berbasis Sekolah). MBS di Indonesia pada
realitanya lebih dimaknai sebagai upaya untuk melakukan mobilisasi dana. Karena
itu, Komite Sekolah/Dewan Pendidikan yang merupakan organ MBS selalu
disyaratkan adanya unsur pengusaha.
Asumsinya,
pengusaha memiliki akses atas modal yang lebih luas. Hasilnya, setelah Komite
Sekolah terbentuk, segala pungutan uang selalu berkedok, “sesuai keputusan
Komite Sekolah”. Namun, pada tingkat implementasinya, ia tidak transparan,
karena yang dipilih menjadi pengurus dan anggota Komite Sekolah adalah
orang-orang dekat dengan Kepala Sekolah. Akibatnya, Komite Sekolah hanya
menjadi legitimator kebijakan Kepala Sekolah, dan MBS pun hanya menjadi
legitimasi dari pelepasan tanggung jawab negara terhadap permasalahan
pendidikan rakyatnya.
Kondisi
ini akan lebih buruk dengan adanya RUU tentang Badan Hukum Pendidikan (RUU
BHP). Berubahnya status pendidikan dari milik publik ke bentuk Badan Hukum
jelas memiliki konsekuensi ekonomis dan politis amat besar. Dengan perubahan
status itu Pemerintah secara mudah dapat melemparkan tanggung jawabnya atas
pendidikan warganya kepada pemilik badan hukum yang sosoknya tidak jelas.
Perguruan Tinggi Negeri pun berubah menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN).
Munculnya BHMN dan MBS adalah beberapa contoh kebijakan pendidikan yang
kontroversial. BHMN sendiri berdampak pada melambungnya biaya pendidikan di
beberapa Perguruan Tinggi favorit.
Privatisasi
atau semakin melemahnya peran negara dalam sektor pelayanan publik tak lepas
dari tekanan utang dan kebijakan untuk memastikan pembayaran utang. Utang luar
negeri Indonesia sebesar 35-40 persen dari APBN setiap tahunnya merupakan
faktor pendorong privatisasi pendidikan. Akibatnya, sektor yang menyerap
pendanaan besar seperti pendidikan menjadi korban. Dana pendidikan terpotong
hingga tinggal 8 persen (Kompas, 10/5/2005).
Dari
APBN 2005 hanya 5,82% yang dialokasikan untuk pendidikan. Bandingkan dengan
dana untuk membayar hutang yang menguras 25% belanja dalam APBN
(www.kau.or.id). Rencana Pemerintah memprivatisasi pendidikan dilegitimasi
melalui sejumlah peraturan, seperti Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional,
RUU Badan Hukum Pendidikan, Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang
Pendidikan Dasar dan Menengah, dan RPP tentang Wajib Belajar. Penguatan pada
privatisasi pendidikan itu, misalnya, terlihat dalam Pasal 53 (1) UU No 20/2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Dalam pasal itu disebutkan,
penyelenggara dan/atau satuan pendidikan formal yang didirikan oleh Pemerintah
atau masyarakat berbentuk badan hukum pendidikan.
Seperti
halnya perusahaan, sekolah dibebaskan mencari modal untuk diinvestasikan dalam
operasional pendidikan. Koordinator LSM Education Network for Justice (ENJ),
Yanti Mukhtar (Republika, 10/5/2005) menilai bahwa dengan privatisasi
pendidikan berarti Pemerintah telah melegitimasi komersialisasi pendidikan
dengan menyerahkan tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan ke pasar. Dengan
begitu, nantinya sekolah memiliki otonomi untuk menentukan sendiri biaya
penyelenggaraan pendidikan. Sekolah tentu saja akan mematok biaya setinggi-tingginya
untuk meningkatkan dan mempertahankan mutu. Akibatnya, akses rakyat yang kurang
mampu untuk menikmati pendidikan berkualitas akan terbatasi dan masyarakat
semakin terkotak-kotak berdasarkan status sosial, antara yang kaya dan miskin.
Hal
senada dituturkan pengamat ekonomi Revrisond Bawsir. Menurut dia, privatisasi
pendidikan merupakan agenda Kapitalisme global yang telah dirancang sejak lama
oleh negara-negara donor lewat Bank Dunia. Melalui Rancangan Undang-Undang
Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP), Pemerintah berencana memprivatisasi
pendidikan. Semua satuan pendidikan kelak akan menjadi badan hukum pendidikan
(BHP) yang wajib mencari sumber dananya sendiri. Hal ini berlaku untuk seluruh
sekolah negeri, dari SD hingga perguruan tinggi.
Bagi
masyarakat tertentu, beberapa PTN yang sekarang berubah status menjadi Badan
Hukum Milik Negara (BHMN) itu menjadi momok. Jika alasannya bahwa pendidikan
bermutu itu harus mahal, maka argumen ini hanya berlaku di Indonesia. Di
Jerman, Prancis, Belanda, dan di beberapa negara berkembang lainnya, banyak
perguruan tinggi yang bermutu namun biaya pendidikannya rendah. Bahkan beberapa
negara ada yang menggratiskan biaya pendidikan.
Pendidikan
berkualitas memang tidak mungkin murah, atau tepatnya, tidak harus murah atau
gratis. Tetapi persoalannya siapa yang seharusnya membayarnya? Pemerintahlah
sebenarnya yang berkewajiban untuk menjamin setiap warganya memperoleh
pendidikan dan menjamin akses masyarakat bawah untuk mendapatkan pendidikan
bermutu. Akan tetapi, kenyataannya Pemerintah justru ingin berkilah dari
tanggung jawab. Padahal keterbatasan dana tidak dapat dijadikan alasan bagi
Pemerintah untuk ‘cuci tangan’.
C.
SOLUSI DARI PERMASALAHAN PENDIDIKAN
Untuk
mengatasi masalah-masalah di atas, secara garis besar ada dua solusi yang dapat
diberikan yaitu:
Pertama,
solusi sistemik, yakni solusi dengan mengubah sistem-sistem sosial yang
berkaitan dengan sistem pendidikan. Seperti diketahui sistem pendidikan sangat
berkaitan dengan sistem ekonomi yang diterapkan. Sistem pendidikan di Indonesia
sekarang ini, diterapkan dalam konteks sistem ekonomi kapitalisme (mazhab
neoliberalisme), yang berprinsip antara lain meminimalkan peran dan tanggung
jawab negara dalam urusan publik, termasuk pendanaan pendidikan.
Maka,
solusi untuk masalah-masalah yang ada, khususnya yang menyangkut perihal
pembiayaan –seperti rendahnya sarana fisik, kesejahteraan guru, dan mahalnya
biaya pendidikan– berarti menuntut juga perubahan sistem ekonomi yang ada. Akan
sangat kurang efektif kita menerapkan sistem pendidikan Islam dalam atmosfer
sistem ekonomi kapitalis yang kejam. Maka sistem kapitalisme saat ini wajib
dihentikan dan diganti dengan sistem ekonomi Islam yang menggariskan bahwa
pemerintah-lah yang akan menanggung segala pembiayaan pendidikan negara.
Kedua,
solusi teknis, yakni solusi yang menyangkut hal-hal teknis yang berkait
langsung dengan pendidikan. Solusi ini misalnya untuk menyelesaikan masalah
kualitas guru dan prestasi siswa.
Maka,
solusi untuk masalah-masalah teknis dikembalikan kepada upaya-upaya praktis
untuk meningkatkan kualitas sistem pendidikan. Rendahnya kualitas guru,
misalnya, di samping diberi solusi peningkatan kesejahteraan, juga diberi
solusi dengan membiayai guru melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih
tinggi, dan memberikan berbagai pelatihan untuk meningkatkan kualitas guru.
Rendahnya prestasi siswa, misalnya, diberi solusi dengan meningkatkan kualitas
dan kuantitas materi pelajaran, meningkatkan alat-alat peraga dan sarana-sarana
pendidikan, dan sebagainya.
Kesimpulan : Kualitas pendidikan di Indonesia
memang masih sangat rendah bila di bandingkan dengan kualitas pendidikan di
negara-negara lain. Hal-hal yang menjadi penyebab utamanya yaitu efektifitas,
efisiensi, dan standardisasi pendidikan yang masih kurang dioptimalkan.
Masalah-masalah lainya yang menjadi penyebabnya yaitu:
(1).
Rendahnya sarana fisik,
(2).
Rendahnya kualitas guru,
(3).
Rendahnya kesejahteraan guru,
(4).
Rendahnya prestasi siswa,
(5).
Rendahnya kesempatan pemerataan pendidikan,
(6).
Rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan,
(7).
Mahalnya biaya pendidikan.
Adapun
solusi yang dapat diberikan dari permasalahan di atas antara lain dengan
mengubah sistem-sistem sosial yang berkaitan dengan sistem pendidikan, dan
meningkatkan kualitas guru serta prestasi siswa.
Saran :
Perkembangan dunia di era globalisasi ini memang banyak
menuntut perubahan kesistem pendidikan nasional yang lebih baik serta mampu
bersaing secara sehat dalam segala bidang. Salah satu cara yang harus di
lakukan bangsa Indonesia agar tidak semakin ketinggalan dengan negara-negara
lain adalah dengan meningkatkan kualitas pendidikannya terlebih dahulu.
Dengan meningkatnya kualitas pendidikan berarti sumber daya
manusia yang terlahir akan semakin baik mutunya dan akan mampu membawa bangsa
ini bersaing secara sehat dalam segala bidang di dunia internasional.
DAFTAR PUSTAKA
http://tyaeducationjournals.blogspot.com/2008/04/efektivitas-dan-efisiensi-anggaran.
http://www.sib-bangkok.org.
Pidarta,
Prof. Dr. Made. 2004. Manajemen Pendidikan Indonesia. Jakarta: PT Rineka
Cipta.
sayapbarat.wordpress.com/2007/08/29/masalah-pendidikan-di-indonesia.
Anonymous,2000. Efektivitas-dan-efisiensi-anggaran.
http://tyaeducationjournals.blogspot.com.
Tanggal 10 Desember 2009 Anonymous,2009. Efektifitas Pendidikan
Di Indonesia. Diakses dari http://www.detiknews.com. Tanggal 10
Desember 2009
Anonymous,2009. Sistem pendidikan
.Diakses dari
http://www.sib-bangkok.org. Tanggal
10 Desember 2009.
Suardi, edi. 1986. Pedagogi 2. Bandung : Penerbit Angkasa.
Soenarya, Endang. 2000.
Teori Perencanaan Pendidikan.
Yogyakarta : Adi Cita.
Jumali, M, dkk. 2008. Landasan Pendidikan. Surakarta :
Muhammadiyah University Press.
Luar biasa!
BalasHapus